Renungan GKE

Rabu, 01 April 2015

RAHASIA DIBALIK PENDERITAAN


Ayub 38:31-38

Dalam nas ini kita berjumpa dengan suatu ungkapan dari mulut Allah sendiri berupa pertanyaan tantangan untuk diberi jawab oleh Ayub. Pertanyaan itu betapa indah, dahsyat penuh makna, "Dapatkah engkau memberkas ikatan bintang Kartika, dan membuka belenggu bintang Belantik? Dapatkah engkau menerbitkan Mintakulburuj pada waktunya, dan memimpin bintang Biduk dengan pengiring-pengiringnya?" ( ay.31-32). Apa makna pertanyaan itu berkaitan dengan pergumulan penderitaan Ayub? Ini penting saudara! Sebab tidak jarang ketika mengalami penderitaan atau pergumulan, maka yang lebih banyak menjadi perhatian kita adalah manusianya, bukan kepada Allah yang empunya kuasa.

Pertanyaan tantangan yang diajukan Allah kepada Ayub sebenarnya juga penjelasan Tuhan kepada manusia akan makna keterbatasan pengertian manusia, dibandingkan dengan pengetahuan Tuhan akan segala sesuatu. Pertanyaan tantangan dari Allah dalam nas ini merupakan jawaban Tuhan kepada Ayub, pernyataan tentang Diri-Nya kepada manusia tentang kemahakuasaan-Nya. Ini adalah hikmat yang menjawab pertanyaan-pertanyaan terkait dengan penderitaan manusia, bukan jawaban mengenai kenapa saya harus menderita dengan cara, situasi, dan waktu tertentu, namun di manakah (kepada Siapakah) pengharapan saya berlabuh di tengah penderitaan itu.

Yang menarik dalam kasus Ayub ini, kelihatannya Allah tidak langsung menjawab pertanyaan-pertanyaan Ayub. Allah tidak mengatakan, "Ayub, alasan kamu mengalami penderitaan adalah ini dan itu." Tidak! Tetapi sebaliknya, apa yang Allah lakukan di tengah misteri penderitaan yang hebat itu adalah dengan menjawab Ayub dengan Diri-Nya sendiri. Allah seakan-akan memukul kalah Ayub, dan melanjutkan pertanyaan demi pertanyaan mengenai kemampuan Ayub untuk melakukan suatu hal yang tidak mampu ia lakukan, namun sangat jelas dapat dilakukan oleh Allah.

Di sini jelas memperlihatkan tentang hikmat Allah dalam rangka menjawab pertanyaan-pertanyaan terkait dengan penderitaan manusia, bukan jawaban mengenai kenapa saya harus menderita dengan cara, situasi, dan waktu tertentu, namun di manakah (kepada Siapakah) pengharapan saya berlabuh di tengah penderitaan itu. Sungguh nyata di sini Allah sedang memproses Ayub supaya sungguh-sungguh mengimani akan kemahakuasaan Allah yang akhirnya bermuara pada pengharapan yang sungguh hanya bergantung secara total kepada Allah saja!

Saudara, cara Allah menyelesaikan masalah hidup kita tentu tidak jauh berbeda dengan cara Allah memproses Ayub. Melalui proses semacam itu Allah mau menjadikan kita sebagai anak-anak-Nya menjadi lebih berkualitas dalam iman kita. Apakah iman pengharapan kita bagaikan emas murni atau hanya imitasi? Jika memang emas murni, walau diuji dengan api tetaplah emas murni. Tetapi jika hanya imitasi, tentu akan hancur luluh tak berbentuk lagi!(bdk.Yak.1:12-13; I Pet.1:3-6).

Tentang pengharapan, Nizami, seorang penyair Persia (1141-1209), pernah menulis: "In the Hour of adversity Be NOT without HOPE. For crystal rain falls from black clouds" ( Dalam saat-saat sulit tetaplah punya pengharapan, sebab hujan sebening kristal pun berasal dari awan yang hitam pekat). Dengan pengharapan kepada Allah orang percaya mampu bertahan menghadapi berbagai cobaan dan pergumulan hidup yang menerpa, karena ia percaya penyertaan Tuhan. Bila kita sungguh memiliki iman dan pengharapan hanya kepada Allah, yakinlah Allah pasti menolong kita, seperti Allah juga menolong dan memberkati Ayub. AMIN!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar