BERTOBAT DAN MENJADI SEPERTI SEORANG ANAK !
Matius 18:1-5
Saya tidak tahu, apa perasaan saudara jika suatu ketika ada orang
berkata kepada saudara “akh….Anda ini seperti anak kecil saja!” Anda
suka? Oh… saudara, rasa-rasanya (kalau kita mau jujur) hampir tak ada
seorang manusia pun yang suka, apalagi bagi yang menganggap dirinya
telah berusia, berpengalaman, koq dikatakan seperti anak kecil? Apalagi
bila yang ucapan tersebut ditujukan kepada tokoh yang berpendidikan,
orang dalam status sosial tertentu, atau orang terpandang di masyarakat.
Dapat kita bayangkan bila itu terjadi?
Namun ucapan semacam
itu pernah diucapkan oleh Yesus sendiri kepada para murid (walau
ucapanNya tidak persis sama seperti yang kita sebutkan tadi). Bahkan
agak lebih ektrim, Yesus menempatkan seorang anak kecil di depan para
murid sebagai sampel. Ya, supaya bertobat kembali belajar dari sifat
seorang anak kecil. Oh ya? Ada apa dengan para murid? Nah, ini saudara
yang perlu kita cermati. Peristiwa itu terjadi manakala para murid
bertanya kepada Yesus : "Siapakah yang terbesar dalam Kerajaan Sorga ?"
Pertanyaan luar biasa. Pertanyaan yang juga penting (maklum menurut
versi mereka Yesus sebentar lagi menjadi penguasa). Dan bila benar
seperti dugaan mereka, bila Yesus sebagai Raja, sebagai penguasa,
bukankah wajar bila para murid sebagai orang terdekat juga harus
memiliki peran penting di pemerintahan?
Menurut saudara,
salahkah para murid menanyakan kejelasan status dan kedudukan mereka?
Oh, saudara, janganlah kita cepat-cepat menghakimi para murid bahwa apa
yang mereka lakukan itu salah. Sebenarnya wajar saja. Yesus pun tak
menyalahkan mereka. Hanya…..nah ini yang perlu kita garis bawahi! Apa
itu? Bahayanya! Murid-murid Yesus mempersoalkan dan meributkan Soal
KEDUDUKAN !! Soal STATUS !! Ini tentu saja bertentangan dengan misi
Kerajaan Allah itu sendiri. Yang diincar bukan lagi pelayanan, tetapi
keuntungan. Hidup mereka semakin mengarah kepada diri sendiri, bukan
kepada sesame. Itu sebabnya Yesus meminta mereka agar bertobat dan
menjadi seperti anak kecil. Seorang anak tidak memedulikan status atau
gengsi. Ia mengakui dirinya tak berdaya dan bergantung sepenuhnya pada
orang lain. Inilah kerendahan hati sejati.
Pertanyaan
murid-murid Yesus tentang siapakah yang terbesar dalam Kerajaan Surga
tak terlepas dari persepsi mereka tentang seorang Mesias yang akan
membebaskan mereka dari bangsa Roma dan Yesus kemudian tampil menjadi
raja mereka. Tak heran, mereka sibuk memikirkan dan membayangkan posisi
mereka kelak. Saudara, sungguh sangat menyedihkan bila ini terjadi dalam
kehidupan orang percaya. Bila orang berebut kekuasaan, semua ingin jadi
pemimpin. Sungguh disayangkan bila para Pengerja, para Pelayan/Hamba
Tuhan ... ribut, bertengkar, salah paham, saling menyakiti, saling
menjatuhkan, untuk mendapat posisi atau kedudukan dalam gereja Tuhan!
Sungguh memalukan bila sifat orang percaya memiliki karakter lebih jelek
dari orang dunia!
Menjadi seorang utusan pertama-tama bukanlah
untuk mencari nama besar ataupun jabatan penting tetapi justru untuk
memuliakan Bapa-mu yang disurga (Mat 5 : 16). Apa artinya ? Menjadi
murid Yesus, menjadi pengikut Yesus, apalagi menjadi pelayan Yesus harus
siap untuk tidak dihargai, tidak dihormati, tidak dianggap, tidak
diakui perannya. Menjadi pelayan adalah salah wujud keikutsertaan kita
didalam tugas perutusan. Seperti Kristus keluar dari Surga, datang
kepada manusia untuk membagi kasih dan membawa manusia kepada
keselamatan, kita orang-orang Kristen sebagai murid-murid Yesus juga
dipanggil untuk hal yang sama. Kita harus keluar dari diri sendiri,
menjadi seorang utusan dan menjadi hamba bagi orang lain. “ ….. sama
seperti Bapa mengutus Aku, demikian juga sekarang Aku mengutus kamu.”
(Yoh. 20:21).
Saudara, anda juga ingin ingin menjadi yang
utama? Ingin masuk Sorga? Oh, itu tidak salah! Jika kita mau menjadi
yang terbesar, maka pertobatan dari sifat-sifat kedagingan itu mutlak!
Bukan kekuasaan, tetapi pelayan, menjadi hamba bagi yang lain! Jika
orang ingin masuk sorga, maka memiliki sikap seseorang anak tak bisa
ditawar-tawar! Ya, sifat ketergantungan total kepada Allah, sifat
kerendahan hati mutlak harus ada!
Yesus menegaskan bahwa kita
harus menjadi pelayan bagi yang lain! dan mengambil sikap seperti
seorang anak kecil! Oh, ya? Menjadi seperti anak kecil? Ada apa dengan
anak kecil? Apa yang ada dibenak kita ketika harus mempersepsikan
seorang anak kecil? Bukankah mendengar istilah “anak” itu berkonotasi
agak negativ? Sifat yang tergantung kepada orang lain (orang tua?),
lemah, tidak mandiri, kurang intelek, dst.? Tapi tunggu dulu, tidak
semua sifat seorang anak kecil itu negativ! Ada hal-hal luar biasa dari
sifat seorang anak kecil. Bahkan harus dimiliki oleh siapa saja.
Termasuk Anda dan saya.
Seorang anak menggantungkan hidupnya
kepada orang tuanya. Seorang anak kecil sangat percaya kepada orang
tuanya tanpa banyak tanya. Seorang anak kecil sepenuhnya pasrah pada
kehendak orang tuanya. Dalam konteks kerohanian, inilah yang disebut
dengan IMAN. Iman adalah sebuah bentuk kepasrahan total kepada kehendak
dan rencana Allah semata. Artinya juga, bahwa kita berani dan mau
menanggalkan segala sesuatu yang tidak berkenan kepada Allah dan hanya
melakukan apa yang menjadi kehendak-NYA saja.
“Siapakah yang
terbesar dalam Kerajaan Surga?” seperti yang ditanyakan oleh murid-murid
Yesus, seringkali juga muncul dalam benak para pelayan-pelayan Kristus
saat ini, walau mungkin bukan dalam konteks Kerajaan Allah. Konsep utama
Alkitab tentang kepemimpinan adalah kepemimpinan yang melayani. Hal
tersebut terlihat di dalam ucapan Yesus berikut ini. “Kamu tahu, bahwa
pemerintah-pemerintah bangsa-bangsa memerintah rakyatnya dengan tangan
besi dan pembesar-pembesar menjalankan kuasanya dengan keras atas
mereka.” (Matius 20:25).
Melalui perkataan-Nya dan ajaran-Nya
Yesus memperlihatkan perbandingan bahwa kepemimpinan dengan gaya dunia
memiliki ciri-ciri otokratis; lebih banyak memerintah daripada melayani
pengikut; lebih banyak menempatkan pimpinan sebagai bos daripada
pemimpin. Yesus mengajarkan bahwa seorang pemimpin justru harus menjauhi
hal-hal berbau otokratis. Gaya otokratis bertolak belakang dengan yang
Yesus kehendaki dan tampilkan, yakni kasih, keadilan, kebenaran, damai
sejahtera, pengampunan, dan kerendahan hati. Amin!
Pdt.Kristinus Unting, M.Div
Tidak ada komentar:
Posting Komentar