1 Samuel 2:1-10
Ketika cinta dikhianati, oh, apa rasa kita? Siapa yang suka? Tentu hampir semua orang tak suka! Seorang yang dikhianati cintanya biasanya akan mengalami sakit hati yang luar biasa. Apalagi misalnya kalau sebagai istri tua, ditinggalkan dan kekasih hati justru lebih mengasihi istri muda? Oh, tak dapat kita gambarkan rasa kecewa yang ada! Firman Tuhan sendiri melalui nas ini memperlihatkan bagaimana sakitnya hati menjadi seorang wanita yang di madu. Ketika cinta dikhianati, oh…. Betapa pahitnya. Namun saudara, peristiwa pengkhianatan cinta ini, koq sekarang seakan menjadi trend saja?. Di mana-mana kasus ini terjadi. Biasanya jika kasus ini terjadi, ada yang membalas dendam. Saling memusuhi. Saling membenci. Bertengkar terus-menerus hingga akhirnya anak-anak yang menjadi korban.
Ketika cinta dikhianati, bisa jadi pelampiasan sakit hati dapat diwujudkan dalam berbagai-bagai cara kekerasan. Namun Hana adalah teladan yang baik dalam kasus ini. Ia menyerahkan sakit hatinya kepada Tuhan. Ia berdoa di Rumah Tuhan, menuntut keadilan. Dan mencurahkan semua sakit hatinya di pangkuan Bapa di surga. Kadangkala Tuhan meluaskan persoalan atau masalah datang kepada kita itu bukan karena Dia tidak mencintai kita, tetapi Tuhan ingin menyatakan kemuliaan-Nya pada waktu-Nya. Keteladanan Hana nampak pada sikapnya yang baik. Saat Hana di madu, ia tidak membalas dengan perbuatan yang sama. Tetapi ia datang kepada Tuhan. Mengadukan sakit hatinya kepada Tuhan. Hingga Hana memperoleh kasih karunia di hadapan Allah. Sebab Hana akhirnya melahirkan seorang anak laki-laki yang menjadi Hamba Tuhan yang besar.
Pengorbanan Hana sangat luar biasa sehingga kisahnya dijadikan teladan tentang kepercayaan yang sungguh-sungguh kepada Allah. Perhatikan apa yang dilakukan oleh Hana. Hana tetap datang kepada Tuhan dengan sujud menyembah dan mempersembahkan korban pada Tuhan. Artinya: Tekanan yang dialami Hana tidak mengurangi semangatnya untuk berbuat yang terbaik bagi Tuhan. Perhatikan juga apa yang dikatakan Hana setelah menyerahkan putranya untuk pekerjaan Allah, "Hatiku bersukaria karena TUHAN" (1Samuel 2:1). Ia tidak menunjukkan kegetiran atau kemarahan, sebaliknya ia rela melepaskan anak tunggalnya, karena ia sadar bahwa pekerjaan dan kehendak Allah adalah yang terbaik bagi anak tersebut.
Kita dapat belajar banyak dari wanita saleh ini. Hana menanti-nantikan dengan sabar dan ia melihat Tuhan mengubah kesedihannya menjadi sukacita yang berkelimpahan. Dalam budaya saat itu wanita yang tidak mempunyai anak merasa tidak diterima oleh Allah, karena sepertinya Allah tidak mengikutsertakan dia dalam penggenapan janji-Nya mengenai Mesias. Selama bertahun-tahun ia belum dikaruniai seorang anak. Ia merasa sangat tidak puas dan malu (1 Samuel 1). Namun Tuhan mengingat dirinya, dan ia pun mengandung. Sukacitanya menjadi penuh. Hana bahkan bersedia memberikan anaknya untuk melayani Allah, asal ia dapat mengetahui bahwa Allah tidak menolaknya. Akhirnya doa Hana terjawab, dan hatinya bersukacita (2:1-10). Pujiannya (1 Samuel 2:1-10) mengingatkan bahwa kekecewaan dan kepahitan yang terdalam dapat mendatangkan kepenuhan dan kebahagiaan.
Saudara, Allah mengenal anda, dan ia tidak pernah mencemooh. Ia tahu anda sanggup melakukan hal-hal yang besar, walaupun penampilan anda tidak meyakinkan orang-orang lain atau dirimu sendiri, Percayalah kepadaNya. Berikan kepadanya segala sesuatu yang anda miliki, dan Ia akan memberikan anda kesanggupan melebihi harapan anda atau bahkan harapan orang lain. Hanya Dia yang sanggup memenuhi kebutuhan kita yang terdalam. Marilah kita selesaikan sakit hati seperti yang dialami Hanna dengan cara menangis dihadapan Bapa Surgawi dan menuntut keadilan di hadapanNya. Allah Maha adil. Tentu tak dibiarkan-Nya setiap orang yang berseru kepada-Nya siang dan malam. Berharaplah kepada-Nya. Bagi setiap orang yang menanti-nantikan Tuhan, hari-hari penuh penantian akan membuahkan sukacita di kemudian hari. Amin.
Pdt.Kristinus Unting, M.Div
Tidak ada komentar:
Posting Komentar