Renungan GKE

Senin, 25 November 2013

MENANTI JANJI TUHAN TIDAKLAH MEMBOSANKAN


Kejadian 15:1-21

Dalam Kejadian 15, kita membaca bahwa “TUHAN mengikat perjanjian kepada Abraham (dulunya bernama Abram). Allah memberkati Abraham dalam segala hal.” Luar biasa! Riwayat hidup singkat Abraham selama 175 tahun (psl. 11:29-25:8) menyatakan berkat demi berkat yang terjalin melalui semua kesengsaraan, ujian, bahkan melalui kegagalan hidupnya. Ia menerima pimpinan (psl. 12:1), janji atas tanah pusaka (psl.13:14-15), kekayaan besar (psl. 13:2), sukses dalam pertempuran (psl. 14:16), perjanjian kekal dari Allah untuk menjadi Allahnya (psl. 17:7), seorang ahli waris pada umurnya yang ke-100 (psl. 21:2), perlindungan untuk keluarganya (psl. 19:16; 20:2-8). Ini baru sebagian kecil. Masih banyak lagi yang terjadi. Setiap berkat tampaknya menambah satu kerangka untuk membentuk tiang iman yang kokoh.

Tuhan memberi janji kepadanya, “Aku akan membuat engkau menjadi bangsa yang besar” (Kej. 12:2). Namun, setelah tahun-tahun berlalu, Abraham mempertanyakan bagaimana mungkin janji itu terpenuhi tanpa adanya seorang anak laki-laki (ay.2). Maka kemudian Allah meyakinkan Abraham demikian, “Anak kandungmu … akan menjadi ahli warismu” (ay. 4).Sekalipun usianya semakin bertambah tua, Abraham tetap percaya kepada Allah, sehingga ia disebut orang benar (ayat 6). Namun demikian, ia menanti selama 25 tahun sejak janji pertama tentang lahirnya Ishak (psl. 17:1,17). Menanti pemenuhan janji-janji Allah merupakan bagian dari sikap percaya kepada-Nya. Entah seberapa lama penundaan itu, kita harus tetap menantikan Dia.

Apa yang terjadi pada waktu dan setelah Abraham mulai percaya? Abraham percaya pada ucapan Tuhan, lalu bereaksi dengan membiarkan Tuhan bekerja melalui dirinya. Abraham tidak hanya berpangku tangan dan menunggu secara pasif. Justru sebaliknya, ia melakukan tindakan-tindakan secara aktif. Allah melihat sikap hati Abram yang beriman dan memperhitungkan hal itu sebagai kebenaran. Istilah “kebenaran” berarti mempunyai hubungan yang benar dengan Allah dan kehendak-Nya (bdk. Kej 6:9; Ayub 12:14 dst.). Inilah iman yang dimiliki Abram. Hatinya terarah kepada Allah dalam kepercayaan, ketaatan dan penyerahan yang tetap.

Saudara, pernahkah kita renungkan dan melihat kembali tahun-tahun yang telah kita lalui? Oh, betapa terlihat adanya perpaduan yang indah antara berkat, janji, dan rahmat yang memenuhi hidup kita, dengan berbagai ujian dan kejatuhan iman yang pernah kita alami. Namun kasih Allah itu luar buasa. Tak terbatas berkat-berkat-Nya. Selalu melimpah penuh anugerah. Jika kita tak bisa melihatnya, mungkin kita perlu menghitungnya kembali. Saudara, jikalau kita rindu untuk menantikan penggenapan janji Allah dalam hidup kita, maka tetaplah setia dan percaya bahwa Allah pasti menggenapkan janji-Nya dengan caranya sendiri. Amin!

Pdt. Kristinus Unting, M.Div

Tidak ada komentar:

Posting Komentar