Renungan GKE

Jumat, 20 Juli 2012

"FITNAH.....!!!"


Yakobus 4:11-12

“Fitnah”…!  “Fitnah lebih kejam dari pembunuhan.”  Itu adalah suatu istilah yang hampir diketahui semua orang, baik tua atau muda, bahkan siapa saja. Oh, ya? Sampai sekejam itu? Persisnya, ya! Alasannya? Bayangkan saja bila Anda sendiri difitnah orang. Padahal Anda tidak melakukan seperti apa yang difitnahkan. Bukankah itu mematikan karakter namanya? Bukan cuma itu. Karena dampak yang ditimbulkannya dalam kehidupan selalu negatif, tidak pernah ada yang positif. Fitnah tidak hanya sekedar menyebarkan berita buruk, tetapi juga bisa mengadu domba dan memutar balikkan fakta. Karena itulah fitnah memang sangat  berbahaya.


Fitnah… memang lebih tajam dari sebilah pedang! Luka yang ditimbulkan oleh tajamnya pedang mungkin masih bisa diobati, tetapi luka yang ditimbulkan oleh tajamnya  kata-kata (fitnah) susah sekali dicari penawarnya. Itulah mengapa orang sering mengatakan bahwa: “fitnah lebih kejam dari pembunuhan!”. Dalam teks asli Yunani dalam Alkitab, “fitnah” menggunakan kata “katalalew” biasa merujuk pada segala macam perkataan negatif untuk menentang orang lain, misalnya “menentang pemimpin atau Allah” (Bil.12:8; 21:5, 7), “mengumpat” (Mzm 101:5), “menghina” (Ay 19:3), “mengatakan sebuah dusta” (Hos 7:13), “mengatakan sesuatu yang bisa dianggap kurang ajar” (Mal 3:13) atau “memfitnah/ menuduh” (1Pet 2:12; 3:16).

Fitnah…hampir tidak ada orang yang menyukainya. Termasuk Anda dan saya. Tapi bukankah ini yang sering orang lakukan?! Dan, maaf…. Jangan-jangan tanpa sadar, saudara dan saya juga melakukannya? Benar Saudara? Bukankah juga bahwa dalam kenyataannya sering  perselisihan timbul di tengah masyarakat atau jemaat sebagai akibat dari fitnah itu? Fitnah, bisa terjadi pada siapa saja. Baik dari kalangan atas sampai bawah, tak peduli apakah mereka itu orang terhormat atau orang biasa, apakah ia seorang yang mengaku sudah lama sebagai orang percaya atau sebagai orang yang baru saja percaya. Dan dalam kenyataan sehari-hari kita dapat melihat sering juga timbul konflik yang berkepanjangan, baik antara pribadi dengan pribadi, antara keluarga dengan keluarga, antara kelompok dengan kelompok, antara suku dengan suku, antara agama dengan agama, bahkan di dalam kelompok satu agama sekalipun.

Fitnah… merupakan semacam penyakit hati disebabkan oleh menuruti hawa nafsu, menuruti bujukan setan, tidak percaya diri, iri hati dengan orang lain dan kurangnya mensyukuri berkat-berkat Allah yang ada pada diri sendiri. Penyebabnya bisa beraneka ragam, antara lain : egoisme, tidak sepaham, tidak mau menerima orang lain sebagaimana adanya, kepentingan pribadi, kepentingan kelompok, kepentingan polotik, kebencian, pembalasan oleh karena dendam yang berkepanjangan dll. Rasul Yakobus berkata: “Dari manakah datangnya sengketa dan pertengkaran di antara kamu? Bukankah datangnya dari hawa nafsumu yang saling berjuang di dalam tubuhmu?” (Yak 4:1). Rasul Paulus dalam surat Galatia menggolongkan sebagai: ”perbuatan daging” antara lain perseteruan, perselisihan, iri hati, amarah, kepentingan diri sendiri, (bdk.Galatia 5 : 20). Ini semua adalah penyakit manusia sejak jaman Adam (band. Perisistiwa Kain dan Habel) yang patut diwaspadai.

Fitnah… adalah dosa dan setiap dosa akan berakibat berlakunya penghukuman Allah bagi siapa saja yang melakukannya. Sementara akibat yang ditimbulkan dari fitnah itu sendiri sangat berbahaya dan merugikan. Antara lain: dapat memutuskan tali silaturahmi, merugikan orang lain dan diri sendiri, perpecahan, mengotori pikiran, dibenci Allah serta akan dibenci dan dihindari (dikucilkan) oleh orang lain. Dalam Yak 4:11-12 bahkan nampaknya  mempunyai arti yang khusus/berbeda. Ini dapat kita lihat dari ayat 11a: “memfitnah saudaranya atau menghakiminya”. Jadi disini memfitnah diartikan sebagai menghakimi.

Dalam ayat 11b tindakan itu dianggap sebagai “mencela hukum dan menghakiminya”. Kalau memang yang dimaksud adalah memfitnah biasa, bagaimana mungkin tindakan itu dianggap sebagai mencela hukum dan menghakiminya? Yang dimaksud dengan memfitnah di sini adalah: mencela orang (baik di depan maupun di belakang orang itu) karena ia tidak hidup sesuai dengan prinsip hidup kita/pandangan kita, padahal Kitab Suci tidak melarang tindakan orang itu. Kalau kita mencela seseorang karena ia hidup tidak sesuai dengan Kitab Suci, maka itu tentu tidak apa-apa. Tetapi kalau kita mencela orang karena ia tidak hidup sesuai pandangan / prinsip kita yang tidak ada dalam Kitab Suci, maka itu adalah memfitnah yang dimaksudkan oleh Yakobus di sini.

Melalui dua ayat yang singkat tersebut, kita dapat melihat bahwa seperempat dari isinya berkaitan dengan hal “memfitnah” dan “menghakimi”. Kata “memfitnah” muncul 3 kali, sedangkan kata “menghakimi” muncul 4 kali dan kata “hakim” muncul 2 kali. Pokok yang dibahas rasul Yakobus sangatlah jelas, yakni mengingatkan Jemaat untuk tidak saling menghakimi dan saling menfitnah. Kata “fitnah” dapat berarti membicarakan hal-hal yang buruk tentang seseorang tanpa sepengetahuan orang tersebut. Hal yang disampaikan bisa saja benar, separuh benar, atau pun bohong. Kata 'menghakimi' bisa diartikan menetapkan perkara, membedakan ataupun memberikan suatu keputusan. Tindakan menghakimi yang dimaksudkan oleh Yakobus di sini adalah yang dilandasi oleh niat buruk. Sedangkan kata menghakimi dalam ayat-ayat ini perlu dimaknai sebagai tindakan 'menghukum orang lain atas dosa-dosanya'.

Yesus pun sangat mencela tindakan menghakimi. Bila kita baca dalam Injil Mat 7:1-5 dengan teliti (terutama ayat 5), Yesus memperingatkan kita bahwa menghakimi orang lain adalah dosa sangat serius di mata Allah dan kita tidak boleh menghakimi orang lain secara sembarangan. Ukuran yang kita pakai saat menghakimi orang lain akan dipakai oleh Allah untuk menghakimi kita. Dan hal inilah yang sedang disampaikan oleh Yakubus kepada kita. Perhatian pada ayat 5: Yesus menyuruh kita untuk menyingkirkan dulu balok yang ada di mata kita sebelum membantu orang lain menyingkirkan selumbar di matanya. Yesus memperingati kita, bahwa ketika kita mengecam orang lain dan sekaligus menghakimi dia, padahal di mata kita sendiri terselip sebatang balok, tentulah mustahil lagi kita untuk menolong orang tersebut. Jika kita telah menyingkirkan balok dari mata kita, barulah kita bisa menyingkirkan selumbar dari mata orang lain. Yesus tidak mengajarkan kita untuk bersikap tidak peduli pada masalah orang lain karena hal ini juga bukanlah semangat 'mengasihi sesama manusia seperti diri sendiri'. Oleh karenanya, kita perlu berusaha memahami kehendak Tuhan agar kita tahu bagaimana menerapkan prinsip-prinsip yang telah kita pelajari itu sesuai dengan kehendak-Nya.

Dalam nas ini, kita juga melihat kata lain yang cukup sering dipakai, yakni kata 'hukum' yang muncul 5 kali (dalam bahasa asli). Hukum apakah yang sedang dibahas oleh Yakobus ini?  Yakobus membahas tentang hukum dalam Yak 1:25, 2:8 dan 12. Yakobus menyebut ini sebagai 'hukum yang memerdekakan', dan dia juga menyebutnya sebagai hukum Kristus, yakni ajaran dari Yesus. Kita sudah melihat dari dalam pasal 2 bahwa rangkuman dari hukum Kristus adalah 'mengasihi sesama manusia seperti diri sendiri'. Di dalam ayat 11, secara khusus Yakubus berfokus pada hukum 'jangan saling menghakimi atau saling menfitnah', prinsip yang memang sejalan dengan semangat mengasihi sesama manusia seperti diri sendiri. Malahan perintah 'jangan menghakimi' adalah perintah yang diberikan langsung oleh Yesus kepada kita di dalam Matius 7:1-5. Jadi, di dalam ayat 11 ini, Yakobus sedang mengingatkan kita akan perintah dari Yesus.

Yakobus mengingatkan kedua belas suku yang ada di perantauan, agar mereka jangan saling memfitnah dan menghakimi. Apa sebenarnya yang terjadi dengan mereka? Ya, tentu saja, apalagi kalau bukan karena perselisihan di antara mereka. Hal ini berkaitan dengan bagian sebelumnya; sebagian orang-orang percaya pada waktu itu mengikuti jalan dunia. Mereka berlaku tidak setia, dan hidup dalam hawa nafsu duniawi. Di antara mereka terjadi saling fitnah dan menghakimi. Yakobus mengingatkan mereka untuk kembali melihat kepada satu kebenaran bahwa Tuhanlah satu-satunya hakim. Sesama orang percaya bukan hakim yang bisa menghakimi sesama mereka. Mereka tidak berhak menghakimi orang lain. Satu-satunya yang memiliki otoritas untuk menghakimi manusia hanyalah Tuhan…

Melalui nas ini, kita sebagai umat Allah diingatkan untuk tidak saling menghakimi satu dan yang lainnya. Mengapa? Karena hanya Tuhan yang layak untuk menghakimi tiap perbuatan manusia. Sering terjadi, manusia menghakimi sesamanya, tetapi menolak penghakiman orang lain atas dirinya. Benar yang dikatakan Yesus ini: "Mengapakah engkau melihat selumbar di mata saudaramu, sedangkan balok di dalam matamu tidak engkau ketahui?" (Matius 7:3). Jangan kamu menghakimi, supaya kamu tidak dihakimi! Allah tidak menghendaki gerejanya mengalami perpecahan dan pertikaian. Ia tidak menghendaki anak-anakNya hidup dalam pertengkaran yang membahayakan kesatuan tubuh Kristus. Kita semua perlu  mewaspadainya serta berusaha mencegahnya supaya hal tersebut tidak terjadi.

Lantas, bagaimana caranya supaya kita terhindar dari dosa fitnah? Berikut ini ada beberapa cara yang bisa dilakukan, antara lain: usahakan membayangkan bagaimana sedihnya kalau diri kita sendiri yang dijadikan sebagai objek fitnah. Jika kita tidak mau kalau dijadikan objek fitnah, ya tentu saja orang lain pun tidak menginginkannya. Lakukan yang positif misalnya dengan mempererat tali persaudaraan, menumbuhkan kesadaran saling hormat-menghormati. Dalam hidup ini, alangkah baiknya bila kita lebih banyak mencari nilai-nilai persahabatan supaya hidup kita lebih diberkati. Satu orang musuh terlalu banyak, seribu orang sahabat terlalu sedikit.

Dan bila setiap roh fitnah itu datang menggoda kita, ingatlah ini! Andaikata telunjuk kita selalu menunjuk ke luar mencari kesalahan pada diri orang lain, pada saat yang sama sadarilah bahwa masih ada tiga bahkan empat jari yang masih menunjuk ke dalam diri kita! Anda senang difitnah? Jika tidak, seharusnya kita pun tidak suka juga melakukannya pada orang lain. Tetapi carilah, isi rohani kita dengan santapan-santapan bergizi melalui firman Tuhan, dengan banyak belajar tentang kebenaran yang ada di dalamnya, supaya lebih baik lagi kita mengasihi sesama. Jadilah orang terhormat karena memang layak untuk dihormati, ketimbang mencari-cari kehormatan sampai mesti harus mengorbankan orang lain* AMIN. *(KU).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar