Yakobus 4:11-12
“Fitnah”…! “Fitnah lebih kejam dari pembunuhan.” Itu adalah suatu istilah yang hampir diketahui semua orang, baik tua atau muda, bahkan siapa saja. Oh, ya? Sampai sekejam itu? Persisnya, ya! Alasannya? Bayangkan saja bila Anda sendiri difitnah orang. Padahal Anda tidak melakukan seperti apa yang difitnahkan. Bukankah itu mematikan karakter namanya? Bukan cuma itu. Karena dampak yang ditimbulkannya dalam kehidupan selalu negatif, tidak pernah ada yang positif. Fitnah tidak hanya sekedar menyebarkan berita buruk, tetapi juga bisa mengadu domba dan memutar balikkan fakta. Karena itulah fitnah memang sangat berbahaya.
Fitnah…
memang lebih tajam dari sebilah pedang! Luka yang ditimbulkan oleh
tajamnya pedang mungkin masih bisa diobati, tetapi luka yang ditimbulkan
oleh tajamnya kata-kata (fitnah) susah sekali dicari penawarnya.
Itulah mengapa orang sering mengatakan bahwa: “fitnah lebih kejam dari
pembunuhan!”. Dalam teks asli Yunani dalam Alkitab, “fitnah” menggunakan
kata “katalalew” biasa merujuk pada segala macam perkataan negatif
untuk menentang orang lain, misalnya “menentang pemimpin atau Allah”
(Bil.12:8; 21:5, 7), “mengumpat” (Mzm 101:5), “menghina” (Ay 19:3),
“mengatakan sebuah dusta” (Hos 7:13), “mengatakan sesuatu yang bisa
dianggap kurang ajar” (Mal 3:13) atau “memfitnah/ menuduh” (1Pet 2:12;
3:16).
Fitnah…hampir
tidak ada orang yang menyukainya. Termasuk Anda dan saya. Tapi bukankah
ini yang sering orang lakukan?! Dan, maaf…. Jangan-jangan tanpa sadar,
saudara dan saya juga melakukannya? Benar Saudara? Bukankah juga bahwa
dalam kenyataannya sering perselisihan timbul di tengah masyarakat atau
jemaat sebagai akibat dari fitnah itu? Fitnah, bisa terjadi pada siapa
saja. Baik dari kalangan atas sampai bawah, tak peduli apakah mereka itu
orang terhormat atau orang biasa, apakah ia seorang yang mengaku sudah
lama sebagai orang percaya atau sebagai orang yang baru saja percaya.
Dan dalam kenyataan sehari-hari kita dapat melihat sering juga timbul
konflik yang berkepanjangan, baik antara pribadi dengan pribadi, antara
keluarga dengan keluarga, antara kelompok dengan kelompok, antara suku
dengan suku, antara agama dengan agama, bahkan di dalam kelompok satu
agama sekalipun.
Fitnah…
merupakan semacam penyakit hati disebabkan oleh menuruti hawa nafsu,
menuruti bujukan setan, tidak percaya diri, iri hati dengan orang lain
dan kurangnya mensyukuri berkat-berkat Allah yang ada pada diri sendiri.
Penyebabnya bisa beraneka ragam, antara lain : egoisme, tidak sepaham,
tidak mau menerima orang lain sebagaimana adanya, kepentingan pribadi,
kepentingan kelompok, kepentingan polotik, kebencian, pembalasan oleh
karena dendam yang berkepanjangan dll. Rasul Yakobus berkata: “Dari
manakah datangnya sengketa dan pertengkaran di antara kamu? Bukankah
datangnya dari hawa nafsumu yang saling berjuang di dalam tubuhmu?” (Yak
4:1). Rasul Paulus dalam surat Galatia menggolongkan sebagai:
”perbuatan daging” antara lain perseteruan, perselisihan, iri hati,
amarah, kepentingan diri sendiri, (bdk.Galatia 5 : 20). Ini semua adalah
penyakit manusia sejak jaman Adam (band. Perisistiwa Kain dan Habel)
yang patut diwaspadai.
Fitnah…
adalah dosa dan setiap dosa akan berakibat berlakunya penghukuman Allah
bagi siapa saja yang melakukannya. Sementara akibat yang ditimbulkan
dari fitnah itu sendiri sangat berbahaya dan merugikan. Antara lain:
dapat memutuskan tali silaturahmi, merugikan orang lain dan diri
sendiri, perpecahan, mengotori pikiran, dibenci Allah serta akan dibenci
dan dihindari (dikucilkan) oleh orang lain. Dalam Yak 4:11-12 bahkan
nampaknya mempunyai arti yang khusus/berbeda. Ini dapat kita lihat dari
ayat 11a: “memfitnah saudaranya atau menghakiminya”. Jadi disini
memfitnah diartikan sebagai menghakimi.
Dalam ayat
11b tindakan itu dianggap sebagai “mencela hukum dan menghakiminya”.
Kalau memang yang dimaksud adalah memfitnah biasa, bagaimana mungkin
tindakan itu dianggap sebagai mencela hukum dan menghakiminya? Yang
dimaksud dengan memfitnah di sini adalah: mencela orang (baik di depan
maupun di belakang orang itu) karena ia tidak hidup sesuai dengan
prinsip hidup kita/pandangan kita, padahal Kitab Suci tidak melarang
tindakan orang itu. Kalau kita mencela seseorang karena ia hidup tidak
sesuai dengan Kitab Suci, maka itu tentu tidak apa-apa. Tetapi kalau
kita mencela orang karena ia tidak hidup sesuai pandangan / prinsip kita
yang tidak ada dalam Kitab Suci, maka itu adalah memfitnah yang
dimaksudkan oleh Yakobus di sini.
Melalui
dua ayat yang singkat tersebut, kita dapat melihat bahwa seperempat dari
isinya berkaitan dengan hal “memfitnah” dan “menghakimi”. Kata
“memfitnah” muncul 3 kali, sedangkan kata “menghakimi” muncul 4 kali dan
kata “hakim” muncul 2 kali. Pokok yang dibahas rasul Yakobus sangatlah
jelas, yakni mengingatkan Jemaat untuk tidak saling menghakimi dan
saling menfitnah. Kata “fitnah” dapat berarti membicarakan hal-hal yang
buruk tentang seseorang tanpa sepengetahuan orang tersebut. Hal yang
disampaikan bisa saja benar, separuh benar, atau pun bohong. Kata
'menghakimi' bisa diartikan menetapkan perkara, membedakan ataupun
memberikan suatu keputusan. Tindakan menghakimi yang dimaksudkan oleh
Yakobus di sini adalah yang dilandasi oleh niat buruk. Sedangkan kata
menghakimi dalam ayat-ayat ini perlu dimaknai sebagai tindakan
'menghukum orang lain atas dosa-dosanya'.
Yesus pun
sangat mencela tindakan menghakimi. Bila kita baca dalam Injil Mat 7:1-5
dengan teliti (terutama ayat 5), Yesus memperingatkan kita bahwa
menghakimi orang lain adalah dosa sangat serius di mata Allah dan kita
tidak boleh menghakimi orang lain secara sembarangan. Ukuran yang kita
pakai saat menghakimi orang lain akan dipakai oleh Allah untuk
menghakimi kita. Dan hal inilah yang sedang disampaikan oleh Yakubus
kepada kita. Perhatian pada ayat 5: Yesus menyuruh kita untuk
menyingkirkan dulu balok yang ada di mata kita sebelum membantu orang
lain menyingkirkan selumbar di matanya. Yesus memperingati kita, bahwa
ketika kita mengecam orang lain dan sekaligus menghakimi dia, padahal di
mata kita sendiri terselip sebatang balok, tentulah mustahil lagi kita
untuk menolong orang tersebut. Jika kita telah menyingkirkan balok dari
mata kita, barulah kita bisa menyingkirkan selumbar dari mata orang
lain. Yesus tidak mengajarkan kita untuk bersikap tidak peduli pada
masalah orang lain karena hal ini juga bukanlah semangat 'mengasihi
sesama manusia seperti diri sendiri'. Oleh karenanya, kita perlu
berusaha memahami kehendak Tuhan agar kita tahu bagaimana menerapkan
prinsip-prinsip yang telah kita pelajari itu sesuai dengan kehendak-Nya.
Dalam nas
ini, kita juga melihat kata lain yang cukup sering dipakai, yakni kata
'hukum' yang muncul 5 kali (dalam bahasa asli). Hukum apakah yang sedang
dibahas oleh Yakobus ini? Yakobus membahas tentang hukum dalam Yak
1:25, 2:8 dan 12. Yakobus menyebut ini sebagai 'hukum yang
memerdekakan', dan dia juga menyebutnya sebagai hukum Kristus, yakni
ajaran dari Yesus. Kita sudah melihat dari dalam pasal 2 bahwa rangkuman
dari hukum Kristus adalah 'mengasihi sesama manusia seperti diri
sendiri'. Di dalam ayat 11, secara khusus Yakubus berfokus pada hukum
'jangan saling menghakimi atau saling menfitnah', prinsip yang memang
sejalan dengan semangat mengasihi sesama manusia seperti diri sendiri.
Malahan perintah 'jangan menghakimi' adalah perintah yang diberikan
langsung oleh Yesus kepada kita di dalam Matius 7:1-5. Jadi, di dalam
ayat 11 ini, Yakobus sedang mengingatkan kita akan perintah dari Yesus.
Yakobus
mengingatkan kedua belas suku yang ada di perantauan, agar mereka jangan
saling memfitnah dan menghakimi. Apa sebenarnya yang terjadi dengan
mereka? Ya, tentu saja, apalagi kalau bukan karena perselisihan di
antara mereka. Hal ini berkaitan dengan bagian sebelumnya; sebagian
orang-orang percaya pada waktu itu mengikuti jalan dunia. Mereka berlaku
tidak setia, dan hidup dalam hawa nafsu duniawi. Di antara mereka
terjadi saling fitnah dan menghakimi. Yakobus mengingatkan mereka untuk
kembali melihat kepada satu kebenaran bahwa Tuhanlah satu-satunya hakim.
Sesama orang percaya bukan hakim yang bisa menghakimi sesama mereka.
Mereka tidak berhak menghakimi orang lain. Satu-satunya yang memiliki
otoritas untuk menghakimi manusia hanyalah Tuhan…
Melalui
nas ini, kita sebagai umat Allah diingatkan untuk tidak saling
menghakimi satu dan yang lainnya. Mengapa? Karena hanya Tuhan yang layak
untuk menghakimi tiap perbuatan manusia. Sering terjadi, manusia
menghakimi sesamanya, tetapi menolak penghakiman orang lain atas
dirinya. Benar yang dikatakan Yesus ini: "Mengapakah engkau melihat
selumbar di mata saudaramu, sedangkan balok di dalam matamu tidak engkau
ketahui?" (Matius 7:3). Jangan kamu menghakimi, supaya kamu tidak
dihakimi! Allah tidak menghendaki gerejanya mengalami perpecahan dan
pertikaian. Ia tidak menghendaki anak-anakNya hidup dalam pertengkaran
yang membahayakan kesatuan tubuh Kristus. Kita semua perlu
mewaspadainya serta berusaha mencegahnya supaya hal tersebut tidak
terjadi.
Lantas,
bagaimana caranya supaya kita terhindar dari dosa fitnah? Berikut ini
ada beberapa cara yang bisa dilakukan, antara lain: usahakan
membayangkan bagaimana sedihnya kalau diri kita sendiri yang dijadikan
sebagai objek fitnah. Jika kita tidak mau kalau dijadikan objek fitnah,
ya tentu saja orang lain pun tidak menginginkannya. Lakukan yang positif
misalnya dengan mempererat tali persaudaraan, menumbuhkan kesadaran
saling hormat-menghormati. Dalam hidup ini, alangkah baiknya bila kita
lebih banyak mencari nilai-nilai persahabatan supaya hidup kita lebih
diberkati. Satu orang musuh terlalu banyak, seribu orang sahabat terlalu
sedikit.
Dan bila
setiap roh fitnah itu datang menggoda kita, ingatlah ini! Andaikata
telunjuk kita selalu menunjuk ke luar mencari kesalahan pada diri orang
lain, pada saat yang sama sadarilah bahwa masih ada tiga bahkan empat
jari yang masih menunjuk ke dalam diri kita! Anda senang difitnah? Jika
tidak, seharusnya kita pun tidak suka juga melakukannya pada orang lain.
Tetapi carilah, isi rohani kita dengan santapan-santapan bergizi
melalui firman Tuhan, dengan banyak belajar tentang kebenaran yang ada
di dalamnya, supaya lebih baik lagi kita mengasihi sesama. Jadilah orang
terhormat karena memang layak untuk dihormati, ketimbang mencari-cari
kehormatan sampai mesti harus mengorbankan orang lain* AMIN. *(KU).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar