Renungan GKE

Kamis, 19 Juli 2012

MENGABDI KEPADA ALLAH TANPA SYARAT

Ulangan 34:1-12

Musa adalah seorang pemimpin besar. Seorang pemimpin yang telah sukses melaksanakan tugas yang diembannya, membawa bangsa Israel keluar dari tanah Mesir menuju tanah perjanjian dalam kurun waktu 40 tahun. Suatu waktu yang tidak singkat tentu saja. Suatu perjalanan yang sangat melelahkan penuh dengan suka duka pastinya. Dan akhirnya perjalanan sudah hampir tiba ke tujuan. Ke suatu tempat yang penuh dengan kelimpahan seperti yang Allah janjikan. Kerennya diistilahkan dengan tempat yang penuh dengan susu dan madu. Oh, indahnya.... betapa bahagia nantinya bila sudah berada di sana. Tempat tujuan itu pun sudah nampak di pelupuk mata. Hanya tinggal beberapa langkah saja istilahnya.

Namun yang menarik menurut nas ini, Musa sendiri tidak diijinkan menginjakkan kakinya di sana karena alasan khusus berdasarkan ketetapan Allah yang absolut! Oh, andai ini terjadi pada kita, entah apa reaksi kita. Sudah 40 tahun mengabdi, berjuang, dan sukses melaksanakan tugas, tapi malah tidak mendapat hak istimewa! Jangankan mendapat hak istimewa, ucapan terimakasih pun tak ada?! Saya tidak tahu perasaan Anda andaikata itu yang terjadi dalam kehidupan Anda. Ibarat dalam istilah cinta, untuk apa mengorbankan segalanya demi orang yang dicinta, bila akhirnya hanya orang lain yang memilikinya? Siapa yang tidak kecewa?

Namun sungguh mati, sikap kecewa itu tak nampak dari tokoh yang bernama Musa ini. Oh, luar biasa! Di usianya yang 120 tahun hanya dengan susah payah atas perintah Tuhan naik gunung Nebo di kegersangan, di cuaca terik yang menyengat, hanya sekedar untuk memandang! Ibaratkan dalam istilah cinta, hanya dapat memandang tapi tak memilikinya?! Sungguh mati, kita tak temukan sepatah kata pun protes atau paling tidak usul kepada Tuhan, bahwa harus dilaksanakan penguburannya dalam upacara kebesaran. Tidak! Tidak ada! Hal itu hingga detik kematiannya kita tak menemukan sepatah kata. Padahal apalah salahnya meminta hal sederhana? Semacam peringatan, atau kenangan-kenangan jasa atas jerih lelah perjuangan luar biasa? Oh, sungguh mati, itu tak dilakukan oleh Musa. Bahkan kuburannya pun tak ada yang tahu di mana persisnya!

Saudara, peristiwa di saat-saat kematian Musa ini perlu menjadi bahan perenungan kita yang mendalam. Sikap pengabdian tanpa syarat kepada Allah yang luar biasa! Kesabaran yang patut diteladani. Sikap tidak menonjolkan diri tiada tara. Sikap tidak bersungut-sungut, tanpa sepatah kata kecewa tak terhingga. Oh, merinding rasanya bila menyaksikan yang sebaliknya, apa yang terjadi dalam kehidupan nyata kita. Karena tidak jarang orang hanya berlomba-lomba ingin jadi pemimpin, tapi jiwa kepemimpinan itu tidak dimiliki.

Kelu rasanya bila menyaksikan ulah para anggota dewan yang bersidang duduk di kursi nyaman ber-AC hingga ketiduran! Terenyuh rasanya, bila soal korupsi di negeri tercinta ini bagai kanker yang mengganas! Kecil rasanya bila dalam hidup persekutuan kita terlalu banyak kritik yang didengar, sikap penonjolan diri yang diutamakan atas segala jasa dan keberhasilan dalam pelayanan! Menggelitik rasanya, bila dalam persidangan-persidangan kegerejaan kita, bukan malah program yang lebih banyak dibicarakan, tetapi pemilihan orang-orang yang akan jadi pemimpin yang terbungkus dalam bentuk aneka kepentingan! Oh, masih adakah kita jumpai Musa di masa kini, di negeri ini, di dalam hidup persekutuan kegerejaan kita kini? Oh, pengabdian tulus kepada Allah, apakah sudah menjadi barang langka yang sulit didapakan?! AMIN! *(KU).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar