Jumat, 20 Juli 2012
MENGHADAPI PENDERITAAN
Ayub 22:6-20
Berbicara soal penderitaan seolah tidak pernah habis-habisnya. Seolah tidak pernah menjadi kata akhir dalam hidup manusia. Dari penderitaan ringan sampai yang paling berat. Penderitaan tentu saja tidaklah enak. Entah menderita karena sakit, kesusahan, dilecehkan, ditipu, dsb. Apalagi bila dianggap sebagai orang jahat, padahal tidak melakukan kejahatan! Terlebih sakit lagi, bila itu dilakukan oleh teman-teman dekat yang seharusnya memberi pertolongan, tapi malah membuat luka perasaan!
Elifas (salah seorang sahabat karib Ayub) juga melakukan hal yang sama. Bukannya membantu meringankan beban, tapi malah menambah luka perasaan. Ada dua kritik penting terhadap Ayub yang secara beruntun bagaikan timah panas yang keluar dari sebuah pistol! Ayub dianggap menderita karena dosa (ayat :1-11). Ayub juga dianggap sebagai orang munafik karena menyembunyikan dosanya di hadapan Allah (ayat 12-17). Bahkan Elifas beranggapan bahwa ia sanggup membaca pikiran Ayub. Elifas membuat Ayub seolah-olah menghujat Allah dengan mengatakan, “Tahu apa Allah” (ayat 13).
Elifas menganggap Ayub hanya diluarnya saja kelihatan hidup dan takut akan Tuhan, sedangkan sebenarnya di dalam hatinya melawan Allah. Elifas nampaknya sungguh yakin bahwa penderitaan Ayub adalah oleh karena perbuatannya. Sehingga dalam nas ada daftar panjang tentang dosa-dosa atau kesalahan si Ayub. Dosa-dosa Ayub dicatat dan disebutkan secara teliti dan cermat. Padahal, semua apa yang dituduhkan kepada Ayub semuanya tak satu pun yang benar! Oh...Ayub menderita dianggap karena dosanya dan sekaligus dicap sebagai orang yang munafik.
Entah apa perasaan kita ketika merenungkan penderitaan Ayub yang begitu berat dan mendalam. Atau mungkin saat ini Anda justru sedang mengalami pergumulan yang sama?! Mungkin aneka pertanyaan yang berkecamuk di pemikiran kita. Mungkin kecewa. Kecewa kepada para sahabat. Malah bisa jadi kecewa kepada Allah. Sebab kita akan berfikir, jika Allah itu ada, kenapa Ia membiarkan kita menderita?! Namun sebagai orang percaya, disinilah batu ujiannya! Benarkah selama ini bahwa kita adalah seorang yang sungguh-sungguh beriman? Apakah iman kita bagaikan emas murni atau hanya imitasi? Jika memang emas murni, walau diuji dengan api tetaplah emas murni. Tetapi jika hanya imitasi, tentu akan hancur luluh tak berbentuk lagi!(bdk.Yak.1:12-13; I Pet.1:3-6). Bila kita sungguh beriman, yakinlah Allah pasti menolong kita, seperti Allah juga menolong dan memberkati Ayub. AMIN!
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar