Renungan GKE

Jumat, 20 Juli 2012

STANDAR HIDUP KEKRISTENAN KITA


I Korintus 10:1-13

Saudara, dalam hidup kekristenan kita, tidak jarang orang memiliki pemahaman yang keliru tentang konsep keselamatan. Apabila sudah dibaptis, ya seolah-olah otomatis memperoleh keselamatan. Bila ikut perjamuan kudus, ya soal dosa bereslah sudah. Bila rajin ikut persekutuan doa, ya itulah tandanya orang yang sudah lahir baru dan buah dari iman serta pertobatannya. Pokoknya, bila yang rutinitas rohani itu sudah dijalankan, ya cukuplah. Bereslah sudah. Lalu setelah menjalani kehidupan nyata dalam sosial masyarakat sehari-hari? Nah...nah...nah... Inilah yang mungkin jadi pertanyaan.

Saudara, hidup dan keselamatan yang kita peroleh hanyalah karena anugerah Allah. Benar! Hanya persoalannya, bagaimana bentuk Injil yg dapat menjadi standar kehidupan kita dan kekuatan kita untuk menjalani kehidupan hingga akhirnya? Standar tentang apa? Standar yang bagaimana? Kekuatan memang diperlukan. Manusia pun mencari berbagai bentuk kekuatan. Baik kekuatan secara fisik, kekuatan secara material, kekuatan bisnis, kekuatan magis, dst. Kekuatan memang diperlukan. Tetapi tidak semua kekuatan itu tujuannya baik.

Malah banyak juga kekuatan yang dapat menjerumuskan! Apalagi kalau bukan kekuatan dunia yang menawan, yang membuat manusia sewmakin jauh dari Allah? Itu jauh lebih mengerikan! Kekuatan memang dibutuhkan dalam menjalani kehidupan, sebab tanpa kekuatan, orang sulit untuk bertahan dalam perjuangan hidup. Tetapi kekuatan yang hanya sementara di dunia ini, apalah artinya? Lalu setelah meninggalkan dunia yang fana ini, apakah kekuatan-kekuatan yang disebutkan tadi dapat menjadi kekuatan yang menyelamatkan? Nah, disinilah persoalannya! Berbeda dengan kekuatan Injil. Karena memang kekuatan Injil (Ewanggelion) yang dimaksud di sini adalah kekuatan (kabar gembira) bahwa pembenaran kita hanya karena Injil oleh Allah.

Pembenaran itu mesti diterima dgn iman, pembenaran itu perlu diterima menjadi bagian yang utuh dalam kehidupan, sebagai standar hidup kekristenan kita. Karena itulah satu-satunya kekuatan yang dapat menyelamatkan manusia untuk mendapatkan keselamatan. Bukan oleh kekuatan yang lain! Dalam arti Injil, keselamatan itu bukanlah usaha manusia, tetapi sebaliknya, karena anugerah Allah semata. Berita tentang Injil imemang sudah sampai kepada kita. Tapi persoalannya, apakah hidup kita yang menerimanya sudah sesuai dengan maksud Injil yang kita terima?

Saudara, apakah hanya sesederhana itu soal keselamatan? Dan apa maknanya jika Injil itu sebagai kekuatan? Ya, apalagi sebagai kekuatan Allah yang menyelamatkan? Jika segampang dan sesederhana yang kita pahami tentang arti keselamatan, tentu tidak perlu Injil itu disebut sebagai kekuatan. Apalagi dikatakan sebagai kekuatan Allah yang menyelamatkan! Pemahaman yang keliru tentang Injil keselamatan rupanya telah dianut juga oleh jemaat di korintus. Karena itu Rasul Paulus memperingatkan mereka bahwa anugerah keselamatan yang diberikan Allah mestinya harus menjadi dasar kehidupan.

Dari contoh kehidupan umat Israel dalam Perjanjian Lama (PL) disebutkannya bahwa tidak semua umat Israel masuk ke tanah perjanjian. Rasul Paulus hendak mengingatkan dan menegaskan bahwa hal yang demikian juga bisa terjadi dalam kehidupan jemaat Korintus bila mereka tdk menjaga kekudusan hidup mereka. Karena itu janganlah menganggap remeh arti mahalnya anugerah keselamatan dari Allah yang memberikanNya bagi mereka. Karena itu pula, tidak sepantasnya mereka hidup sama seperti orang-orang dunia dalam lingkungan mereka yang penuh dengan pesta pora, penyembah berhala, penuh tipu daya, kemesuman, bersungut-sungut, dan hanya mengejar kesenangan sebagai sesuatu “kekuatan” di dunia ini semata!

Lalu bagaimana kita memahami bila Injil itu adalah kekuatan Allah yang menyelamatkan kita? Menjadi standar hidup kekristenan kita? Singkatnya begini. Kita tidak akan pernah menukarkan anugerah keselamatan yang Allah berikan kepada kita hanya karena berbagai alasan yang kekanak-kanakan. Karena harga keselamatan yang kita miliki tidaklah murah, maka kita sanggup menghadapi berbagai pencobaan hidup ini dengan ikhlas, tanpa bersungut-sungut! Apalagi jika sampai menukar iman kita dengan sejumput kenikmatan dunia yang sementara ini. Karena hidup ini juga adalah anugerah, maka apa pun keadaan kita di dunia ini, tetaplah kita setia dalam menjalankan berbagai aktivitas dan karya-karya kita, sampai akhirnya kita benar-benar kuat hingga berada bersama dengan Tuhan yang memberikan sukacita yang sesungguhnya. Amin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar