Renungan GKE

Jumat, 20 Juli 2012

SEBAGAI SURAT KRISTUS YANG TERBUKA



 II Korintus 3:1-8

Sejak jaman dahulu orang memang sudah gemar menulis surat. Diukir di atas loh batu, menggunakan buluh yang dicelup pada tinta, pena, pulpen hingga mengetik, semua itu merupakan perkembangan dari hal tulis menulis ini. Surat bukan hal asing bagi kita, hampir semua orang pernah menerima surat ataupun berkirim surat. Ada banyak macam jenis surat, diantaranya; surat cinta, surat undangan, surat wasiat, surat hutang, surat tagihan, surat nikah, surat keputusan, surat elektronik, surat edaran, surat terbuka, dan ada pula surat kaleng. Surat sebagai salah satu media untuk menyampaikan pikiran, perasaan dan sikap seseorang mengenai suatu hal. Isi surat menggambarkan maksud dari seseorang atau bahkan bisa memberikan informasi mengenai isi hati, pikiran dan bahkan karakter seseorang. Kedalaman hati dan karakter seseorang bisa diketahui salah satunya melalui karakter tulisan dan gaya bahasa dalam sebuah surat.


Lalu apa artinya menjadi surat Kristus?  Terlebih, sebagai surat Kristus yang terbuka? Rasul Paulus menyatakan kita adalah Surat Kristus yang dikenal dan dapat dibaca oleh semua orang. Dengan demikian kita  menjadi surat yang terbuka, surat yang dapat diketahui oleh semua orang. Sebagai surat Kristus kita menyatakan apa yang menjadi pikiran dan perasaan Kristus. Kristus adalah sosok pribadi yang terbuka, kemanapun Dia pergi selalu dapat dikenali oleh semua orang. Dia pribadi yang menebarkan kasih dan bahkan membuka “rahasia sorga” yaitu rencana Allah dalam rangka menyelamatkan manusia. Keterbukaan dan kejelasan diri harus kita utamakan dalam bergaul dengan orang lain, apalagi ketika mengirim surat. Sadarkah kita jika diri kita pun sebenarnya merupakan sebuah surat, bukan hanya surat tapi juga surat terbuka? Ya, kita adalah  surat terbuka yang bisa dibaca banyak orang.
 
Surat Kristus berarti surat yang membawa terang. Sama seperti Kristus yang merupakan Terang Dunia, kita pun seharusnya siap menjadi terang yang bisa dibaca oleh orang lain dengan mudah, lewat tulisan Roh Kudus, Roh Allah sendiri dalam loh-loh daging atau hati kita. Yesus berkata "Demikianlah hendaknya terangmu bercahaya di depan orang, supaya mereka melihat perbuatanmu yang baik dan memuliakan Bapamu yang di sorga." (Matius 5:16) Karena itulah kita harus menjaga hati kita dengan segala kewaspadaan, hingga kita bisa mencapai tingkatan yang diinginkan Tuhan bagi kita. "Karena itu haruslah kamu sempurna, sama seperti Bapamu yang di sorga adalah sempurna." (Matius 5:48). Disaat seperti itulah kita bisa menjadi surat Kristus yang benar untuk dibaca banyak orang.

Sebagai orang percaya, kita seharusnya menjadi surat yang bukan sembarang surat, tapi menjadi surat Kristus yang bisa dibaca oleh orang lain. Firman Tuhan berkata "Karena telah ternyata, bahwa kamu adalah surat Kristus, yang ditulis oleh pelayanan kami, ditulis bukan dengan tinta, tetapi dengan Roh dari Allah yang hidup, bukan pada loh-loh batu, melainkan pada loh-loh daging, yaitu di dalam hati manusia." (2 Korintus 3:3). We are like a piece of paper that can be read by everyone. Apapun yang tertulis dalam hidup kita, bagaimana cara hidup kita, sikap dan tingkah laku kita, perbuatan kita, itu semua begitu terang benderang untuk dibaca oleh orang lain. Orang percaya seharusnya menjadi sebuah surat Kristus. Yang bukan ditulis dengan tinta biasa, bukan pada loh-loh batu, tapi ditulis oleh Roh Allah yang hidup langsung ke dalam hati kita. Dan dari hati kitalah terpancar cara hidup kita, yang akan mampu dibaca orang lain. Jika yang tertulis jelek, maka jelek pulalah yang dibaca orang, sebaliknya jika yang tertulis adalah gambaran Kristus, maka orangpun bisa "membaca" siapa Kristus sebenarnya lewat diri kita.

Sebagai anak Tuhan kita telah dianugerahkan Roh Kudus, dan dalam hati kitalah Dia berdiam. "Dan karena kamu adalah anak, maka Allah telah menyuruh Roh Anak-Nya ke dalam hati kita, yang berseru: "ya Abba, ya Bapa!" (Galatia 4:6). Apakah hati kita berisi firman Tuhan dan mencerminkan Kristus dengan benar, atau kita terus menerus menunjukkan karakter jelek, itu akan mempengaruhi pengenalan orang akan Kristus. Rajin beribadah, selalu menyebut Tuhan, tapi berperilaku jelek, tidakkah itu akan membuat orang menertawakan Tuhan dan Juru Selamat kita? Ini adalah sesuatu yang sangat perlu kita renungkan.

Penulis kitab Amsal juga mengingatkan kita untuk terus menjaga hati, karena dari sanalah sebenarnya sebuah kehidupan itu terpancar. "Jagalah hatimu dengan segala kewaspadaan, karena dari situlah terpancar kehidupan." (Amsal 4:23). Artinya, apapun yang terpancar keluar merupakan cerminan dari bagaimana keadaan hati kita. Yesus pun mengingatkan pentingnya menjaga hati,"sebab dari dalam, dari hati orang, timbul segala pikiran jahat, percabulan, pencurian, pembunuhan, perzinahan, keserakahan, kejahatan, kelicikan, hawa nafsu, iri hati, hujat, kesombongan, kebebalan. Semua hal-hal jahat ini timbul dari dalam dan menajiskan orang." (Markus 7:21-23).

1. Kita adalah surat Kristus yang ditulis oleh Roh Allah

Jika Anda memiliki sepucuk surat dari Mark Twain di loteng Anda, nilai nominalnya bisa sangat mahal. Sebuah surat pribadi sepanjang sembilan halaman yang ia tulis kepada putrinya pada tahun 1875 terjual seharga 33.000 dolar di tahun 1991. Surat-menyurat biasa dengan penulis Tom Sawyer biasanya berharga 1.200 hingga 1.500 dolar per halaman. Para ahli mengatakan bahwa walaupun Twain menulis 50.000 surat sepanjang hidupnya, permintaan akan surat-surat pribadi dari salah satu penulis favorit Amerika ini masih tetap tinggi.  Anda mungkin tidak memiliki sepucuk surat pun dari Mark Twain, namun sesungguhnya Anda memiliki kumpulan surat yang tak ternilai harganya. Karena di dalam diri Anda adalah isi kitab Kristus itu sendiri yang tak ternilai harganya. Dan surat-surat itu sungguh berharga, karena mengandung kisah yang tak ternilai tentang Yesus Kristus. Bagi setiap orang kristiani, nilai terpenting dari surat kehidupan bukanlah nilai nominalnya, melainkan hikmat bagi hati yang terbuka, yakni hikmat dari Allah sendiri.

Kesaksian yang paling efektif dari orang Kristen terhadap orang yang belum percaya adalah hidup orang Kristen itu sendiri. Hidup seseorang yang telah diubahkan karena kasih dan kuasa Kristus berbicara jauh lebih “keras” daripada ribuan kata-kata. Jadi, hidup orang Kristen yang telah diubahkan adalah “senjata” yang ampuh untuk menjangkau orang-orang yang belum diselamatkan. Namun sayang, kenyataannya justru sebaliknya. Tidak sedikit orang yang tidak tertarik atau bahkan antipati kepada kekristenan justru karena hidup orang Kristen itu sendiri. Sebut saja misalnya, Mahatma Gandhi, di depan ribuan mahasiswa Kristen di Colombo pernah berujar, “Seandainya kekristenan hanyalah kotbah di bukit, maka saya telah menjadi orang Kristen. Tetapi karena hidup orang-orang Kristenlah maka saya tidak mau menjadi Kristen.”

Pengalaman yang menyakitkan dialami oleh Gandhi adalah ketika ia ditolak untuk masuk ke dalam gereja oleh orang-orang kulit putih dengan alasan kulitnya tidak berwarna sama dengan mereka. Friedrich Nietzche, seorang filsuf atheis, pernah menjawab pertanyaan mengapa ia sangat membenci kekristenan. Dia menjawab, “saya akan percaya pada jalan keselamatan mereka (orang Kristen), apabila mereka sedikit lebih terlihat seperti orang yang sudah diselamatkan.”

Ada lagi kisah tentang Anton Szandor LaVey sang pendiri gereja Setan. Pada mulanya LaVey adalah seorang yang taat beribadah bahkan melayani di gereja. Di dalam pengalamannya, LaVey melihat banyak pria kristen yang hidup dalam kemunafikan. Pada hari Minggu mereka ini terlihat sebagai orang-orang yang saleh di gereja, tapi di hari-hari lain mereka berkanjang di dalam berbagai dosa dan kenistaan. Pengalaman itu mendorong LaVey untuk mendirikan gereja (setan) di mana para anggotanya bebas mengumbar nafsu tanpa dibungkus kemunafikan.

Masih banyak lagi orang-orang seperti Gandhi, Nietzche dan LaVey di sekitar kita. Mungkin mereka adalah orangtua, anggota keluarga, sahabat-sahabat atau orang-orang yang mengenal kita yang urung menjadi Kristen karena melihat hidup kita. Betapa sering kita tidak mampu menampakkan diri sebagai “surat pujian” dari Allah, karena dalam prakteknya kita lebih banyak menebarkan benih kebencian, pikiran jahat, percabulan, perzinahan, keserakahan, kelicikan, iri hati, hujat, kesombongan dan seribu macam rupa keduniawian di antara sesama manusia.

2. Sebagai surat Kristus kita harus menjadi sebuah kisah tentang cinta Yesus

Seperti halnya Yesus mencintai anda, setiap sendi kehidupan kita juga sudah selayaknya menjadi kertas yang dipakai oleh guratan pena Tuhan untuk menyatakan kasihNya yang begitu besar kepada dunia ini. Roh Allah tidak sekedar memberikan coretan kasar tapi sebuah gambaran akan kasih yang begitu indah sebagai gambaran Kristus. Apakah itu bisa dibaca orang lain, atau malah kita meninggalkan goresan-goresan kasar yang mencabik-cabik hati orang lain? Seperti apa Kristus yang kita gambarkan lewat diri kita? Sejak hari ini, marilah kita terus menjaga hati kita. Penuhi terus dengan firman Tuhan yang penuh kuasa. Ijinkan Roh Kudus terus menulis tentang Kristus dalam hati kita, dan biarlah Tuhan dipermuliakan dengan segala gambaran yang muncul keluar dari diri kita. Ingatlah bahwa diri kita selalu ibarat surat terbuka yang bisa dibaca banyak orang. Apa isi surat yang terbaca lewat anda hari ini?

Di sebuah universitas di Inggris, sekelompok mahasiswa mengajukan pertanyaan berikut, "Kamu ingin menjadi apa?" Mereka melontarkan berbagai jawaban yang berbeda-beda, yakni atlet berprestasi, politisi yang berpengaruh, cendekiawan terkenal. Dengan malu-malu, namun pasti, seorang mahasiswa mengatakan sesuatu sehingga timbul keheningan yang dalam, "Kalian boleh menertawakan saya, tapi saya ingin menjadi orang kudus." Bayangkan, orang kudus! Apa pun konsep mahasiswa itu tentang orang kudus, banyak orang di masyarakat sekuler kita yang akan memandang aneh ambisi tersebut. Namun sebagai orang kristiani, hal itu sepatutnya menjadi prioritas tertinggi dalam hidup kita. Inti dari kekudusan adalah menyerupai Yesus. Paulus berkata bahwa tujuan utama Allah Bapa adalah menjadikan kita serupa dengan Anak-Nya (Roma 8:29).

Tentu saja, setiap orang percaya memiliki jaminan keserupaan yang sempurna dengan Kristus di dunia yang akan datang nanti. Namun, Allah tidak ingin kita menanti dengan pasif hingga kita memasuki surga, di mana perubahan adikodrati itu terjadi (1 Yohanes 3:2). Kita harus bekerja sama dengan Roh Kudus untuk tumbuh menjadi lebih dan semakin lebih menyerupai Kristus "di dalam dunia ini" (4:17). Ya, kita sudah menjadi orang-orang kudus karena kita beriman di dalam Kristus Yesus (Filipi 1:1). Namun, setiap hari kita menghadapi tantangan untuk menjadi diri kita yang sebenarnya, yakni keserupaan dengan Kristus di setiap bidang kehidupan kita.

3. Sebagai surat Kristus kita harus mencerminkan kemuliaan Kristus

Dalam 2 Korintus 3:18, digambarkan bahwa kita "mencerminkan kemuliaan Tuhan". Apabila kita mencerminkan kemuliaan-Nya, kita akan diubah "menjadi serupa dengan gambar-Nya", yaitu menyerupai Kristus. Barangkali kita bertanya-tanya mengapa cara berpikir dan perilaku kita masih jauh dari serupa dengan Kristus. Mungkin pertanyaan berikut ini dapat menolong: "Hidup siapakah yang kita cerminkan?" Umat Allah harus mencerminkan kemuliaan Allah. Untuk itu kita harus membiasakan diri mencerminkan kemuliaan-Nya. Kita harus membaca dan merenungkan firman-Nya. Kita harus berdoa dan memercayai Roh Kudus Allah untuk bekerja di dalam hati kita. Barulah setelah itu kita dapat menaati perintah-Nya dan berpegang pada janji-Nya. Kemuliaan siapakah yang dalam hidup kita?

Raut muka adalah cerminan hati. Apakah orang lain melihat Yesus pada raut muka Anda? Ketika Musa turun dari Gunung Sinai setelah bertemu dengan Allah, wajahnya begitu bercahaya sehingga bangsa Israel tidak mampu menatapnya (Keluaran 34:29,30; 2 Korintus 3:7). Paulus membandingkan kemuliaan itu dengan kemuliaan lebih besar yang dapat dialami oleh mereka yang memiliki hubungan dekat dengan Kristus. Ia mengatakan bahwa kita diubahkan oleh Roh Kudus yang tinggal dalam diri kita, sehingga kita akan semakin menyerupai Tuhan Yesus (2 Korintus 3:18). Tak ada kosmetik wajah yang lebih baik dibandingkan anugerah Allah yang mengubahkan. Persahabatan dengan Kristus mungkin tidak membuat wajah kita sempurna, tetapi dapat menggantikan keriput dan kerutan di dahi dengan kedamaian batin yang memancarkan keindahan Kristus melalui diri kita.

Dalam beberapa hal, hukum Taurat Musa bagi orang kristiani sama seperti kruk bagi seorang atlet. Keduanya baik apabila diperlukan dan digunakan dengan benar. Namun, kruk tidak dapat digunakan untuk memenangkan perlombaan lari cepat 90 meter. Demikian juga bersandar pada sebuah sistem hukum tidak pernah dapat membawa kemenangan rohani bagi kita. Paulus menekankan penyusutan kebesaran hukum Perjanjian Lama dengan membandingkannya dengan kemuliaan hidup dan kebebasan di dalam Roh yang tiada taranya. Mengacu pada wajah Musa yang bersinar setelah menerima Sepuluh Perintah Allah, Rasul Paulus berkata bahwa memudarnya sinar wajah Musa sama seperti wahyu di Gunung Sinai yang diterimanya. Wahyu itu bersifat sementara dan tidak lengkap. Orang Israel akan segera menyadari bahwa pesan Allah dari gunung itu juga standar yang akan digunakan untuk menghakimi mereka.

Namun, di mana Roh Kudus memerintah, di sana terdapat anugerah yang melimpah, dan keagungan-Nya jauh melebihi keagungan Taurat itu. Bayangkan sebatang korek api yang menyala di dalam sebuah tempat yang gelap gulita. Munculnya nyala api yang tiba-tiba itu memberikan sebuah pertunjukan sinar yang mengesankan. Namun, jika Anda menyalakan sebuah korek api di bawah terik sinar matahari, percikan sinarnya akan tampak tidak berarti. Kesepuluh perintah tersebut bersifat menuntut dan pada akhirnya menghakimi. Akan tetapi, hidup di dalam Roh membawa pengalaman kuasa Allah yang mengubahkan ke dalam hati kita

Pudarnya keagungan Taurat tidak sebanding dengan kemuliaan anugerah Allah. Perjanjian baru itu lebih baik daripada perjanjian lama (bd.Rom 7:1-25) karena mengampuni sama sekali dosa dari orang-orang yang bertobat (Ibr 8:12), menjadikan mereka anak- anak Allah (Rom 8:15-16), memberikan mereka hati dan tabiat yang baru sehingga dapat mengasihi dan menaati Allah dengan spontan (Ibr 8:10; bd. Yeh 11:19-20), menuntun mereka kepada hubungan pribadi yang lebih intim dengan Yesus Kristus dan Bapa di sorga (Ibr 8:11), serta menyediakan pengalaman yang lebih indah di dalam Roh Kudus (Yoel 2:28; Kis 1:5-8; Kis 2:16-17,33,38-39; Rom 8:14- 15,26).
 
Kabar baik tentang Kristus harus dimulai dari diri kita, sehingga apakah sesama kita juga dapat membaca “Injil” di dalam diri kita, yaitu kualitas kehidupan dan spiritualitas iman serta kasih kita kepada Kristus. Jadi makin jelaslah bagi kita bahwa tugas pemberitaan Injil bukan sekedar kumpulan kata-kata saleh dan rohani agar orang-orang di sekitar kita mengenal Kristus sebagai Juru-selamatnya. Tetapi pemberitaan Injil secara esensial menyangkut kualitas hidup kita di hadapan Allah dan sesama, yaitu apakah hidup kita sungguh-sungguh telah menjadi surat pujian dan surat Kristus ? AMIN! *(KU).
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar