II Korintus 3:1-8
Sejak jaman dahulu orang memang sudah gemar menulis surat. Diukir di atas loh batu, menggunakan buluh yang dicelup pada tinta, pena, pulpen hingga mengetik, semua itu merupakan perkembangan dari hal tulis menulis ini. Surat bukan hal asing bagi kita, hampir semua orang pernah menerima surat ataupun berkirim surat. Ada banyak macam jenis surat, diantaranya; surat cinta, surat undangan, surat wasiat, surat hutang, surat tagihan, surat nikah, surat keputusan, surat elektronik, surat edaran, surat terbuka, dan ada pula surat kaleng. Surat sebagai salah satu media untuk menyampaikan pikiran, perasaan dan sikap seseorang mengenai suatu hal. Isi surat menggambarkan maksud dari seseorang atau bahkan bisa memberikan informasi mengenai isi hati, pikiran dan bahkan karakter seseorang. Kedalaman hati dan karakter seseorang bisa diketahui salah satunya melalui karakter tulisan dan gaya bahasa dalam sebuah surat.
Sejak jaman dahulu orang memang sudah gemar menulis surat. Diukir di atas loh batu, menggunakan buluh yang dicelup pada tinta, pena, pulpen hingga mengetik, semua itu merupakan perkembangan dari hal tulis menulis ini. Surat bukan hal asing bagi kita, hampir semua orang pernah menerima surat ataupun berkirim surat. Ada banyak macam jenis surat, diantaranya; surat cinta, surat undangan, surat wasiat, surat hutang, surat tagihan, surat nikah, surat keputusan, surat elektronik, surat edaran, surat terbuka, dan ada pula surat kaleng. Surat sebagai salah satu media untuk menyampaikan pikiran, perasaan dan sikap seseorang mengenai suatu hal. Isi surat menggambarkan maksud dari seseorang atau bahkan bisa memberikan informasi mengenai isi hati, pikiran dan bahkan karakter seseorang. Kedalaman hati dan karakter seseorang bisa diketahui salah satunya melalui karakter tulisan dan gaya bahasa dalam sebuah surat.
Lalu apa
artinya menjadi surat Kristus? Terlebih, sebagai surat Kristus yang
terbuka? Rasul Paulus menyatakan kita adalah Surat Kristus yang dikenal
dan dapat dibaca oleh semua orang. Dengan demikian kita menjadi surat
yang terbuka, surat yang dapat diketahui oleh semua orang. Sebagai surat
Kristus kita menyatakan apa yang menjadi pikiran dan perasaan Kristus.
Kristus adalah sosok pribadi yang terbuka, kemanapun Dia pergi selalu
dapat dikenali oleh semua orang. Dia pribadi yang menebarkan kasih dan
bahkan membuka “rahasia sorga” yaitu rencana Allah dalam rangka
menyelamatkan manusia. Keterbukaan dan kejelasan diri harus kita
utamakan dalam bergaul dengan orang lain, apalagi ketika mengirim surat.
Sadarkah kita jika diri kita pun sebenarnya merupakan sebuah surat,
bukan hanya surat tapi juga surat terbuka? Ya, kita adalah surat
terbuka yang bisa dibaca banyak orang.
Surat
Kristus berarti surat yang membawa terang. Sama seperti Kristus yang
merupakan Terang Dunia, kita pun seharusnya siap menjadi terang yang
bisa dibaca oleh orang lain dengan mudah, lewat tulisan Roh Kudus, Roh
Allah sendiri dalam loh-loh daging atau hati kita. Yesus berkata
"Demikianlah hendaknya terangmu bercahaya di depan orang, supaya mereka
melihat perbuatanmu yang baik dan memuliakan Bapamu yang di sorga."
(Matius 5:16) Karena itulah kita harus menjaga hati kita dengan segala
kewaspadaan, hingga kita bisa mencapai tingkatan yang diinginkan Tuhan
bagi kita. "Karena itu haruslah kamu sempurna, sama seperti Bapamu yang
di sorga adalah sempurna." (Matius 5:48). Disaat seperti itulah kita
bisa menjadi surat Kristus yang benar untuk dibaca banyak orang.
Sebagai
orang percaya, kita seharusnya menjadi surat yang bukan sembarang surat,
tapi menjadi surat Kristus yang bisa dibaca oleh orang lain. Firman
Tuhan berkata "Karena telah ternyata, bahwa kamu adalah surat Kristus,
yang ditulis oleh pelayanan kami, ditulis bukan dengan tinta, tetapi
dengan Roh dari Allah yang hidup, bukan pada loh-loh batu, melainkan
pada loh-loh daging, yaitu di dalam hati manusia." (2 Korintus 3:3). We
are like a piece of paper that can be read by everyone. Apapun yang
tertulis dalam hidup kita, bagaimana cara hidup kita, sikap dan tingkah
laku kita, perbuatan kita, itu semua begitu terang benderang untuk
dibaca oleh orang lain. Orang percaya seharusnya menjadi sebuah surat
Kristus. Yang bukan ditulis dengan tinta biasa, bukan pada loh-loh batu,
tapi ditulis oleh Roh Allah yang hidup langsung ke dalam hati kita. Dan
dari hati kitalah terpancar cara hidup kita, yang akan mampu dibaca
orang lain. Jika yang tertulis jelek, maka jelek pulalah yang dibaca
orang, sebaliknya jika yang tertulis adalah gambaran Kristus, maka
orangpun bisa "membaca" siapa Kristus sebenarnya lewat diri kita.
Sebagai
anak Tuhan kita telah dianugerahkan Roh Kudus, dan dalam hati kitalah
Dia berdiam. "Dan karena kamu adalah anak, maka Allah telah menyuruh Roh
Anak-Nya ke dalam hati kita, yang berseru: "ya Abba, ya Bapa!" (Galatia
4:6). Apakah hati kita berisi firman Tuhan dan mencerminkan Kristus
dengan benar, atau kita terus menerus menunjukkan karakter jelek, itu
akan mempengaruhi pengenalan orang akan Kristus. Rajin beribadah, selalu
menyebut Tuhan, tapi berperilaku jelek, tidakkah itu akan membuat orang
menertawakan Tuhan dan Juru Selamat kita? Ini adalah sesuatu yang
sangat perlu kita renungkan.
Penulis
kitab Amsal juga mengingatkan kita untuk terus menjaga hati, karena dari
sanalah sebenarnya sebuah kehidupan itu terpancar. "Jagalah hatimu
dengan segala kewaspadaan, karena dari situlah terpancar kehidupan." (Amsal
4:23). Artinya, apapun yang terpancar keluar merupakan cerminan dari
bagaimana keadaan hati kita. Yesus pun mengingatkan pentingnya menjaga
hati,"sebab dari dalam, dari hati orang, timbul segala pikiran jahat,
percabulan, pencurian, pembunuhan, perzinahan, keserakahan, kejahatan,
kelicikan, hawa nafsu, iri hati, hujat, kesombongan, kebebalan. Semua
hal-hal jahat ini timbul dari dalam dan menajiskan orang." (Markus 7:21-23).
1. Kita adalah surat Kristus yang ditulis oleh Roh Allah
Jika Anda
memiliki sepucuk surat dari Mark Twain di loteng Anda, nilai nominalnya
bisa sangat mahal. Sebuah surat pribadi sepanjang sembilan halaman yang
ia tulis kepada putrinya pada tahun 1875 terjual seharga 33.000 dolar di
tahun 1991. Surat-menyurat biasa dengan penulis Tom Sawyer biasanya
berharga 1.200 hingga 1.500 dolar per halaman. Para ahli mengatakan
bahwa walaupun Twain menulis 50.000 surat sepanjang hidupnya, permintaan
akan surat-surat pribadi dari salah satu penulis favorit Amerika ini
masih tetap tinggi. Anda mungkin tidak memiliki sepucuk surat pun dari
Mark Twain, namun sesungguhnya Anda memiliki kumpulan surat yang tak
ternilai harganya. Karena di dalam diri Anda adalah isi kitab Kristus
itu sendiri yang tak ternilai harganya. Dan surat-surat itu sungguh
berharga, karena mengandung kisah yang tak ternilai tentang Yesus
Kristus. Bagi setiap orang kristiani, nilai terpenting dari surat
kehidupan bukanlah nilai nominalnya, melainkan hikmat bagi hati yang
terbuka, yakni hikmat dari Allah sendiri.
Kesaksian
yang paling efektif dari orang Kristen terhadap orang yang belum percaya
adalah hidup orang Kristen itu sendiri. Hidup seseorang yang telah
diubahkan karena kasih dan kuasa Kristus berbicara jauh lebih “keras”
daripada ribuan kata-kata. Jadi, hidup orang Kristen yang telah
diubahkan adalah “senjata” yang ampuh untuk menjangkau orang-orang yang
belum diselamatkan. Namun sayang, kenyataannya justru sebaliknya. Tidak
sedikit orang yang tidak tertarik atau bahkan antipati kepada
kekristenan justru karena hidup orang Kristen itu sendiri. Sebut saja
misalnya, Mahatma Gandhi, di depan ribuan mahasiswa Kristen di Colombo
pernah berujar, “Seandainya kekristenan hanyalah kotbah di bukit, maka
saya telah menjadi orang Kristen. Tetapi karena hidup orang-orang
Kristenlah maka saya tidak mau menjadi Kristen.”
Pengalaman
yang menyakitkan dialami oleh Gandhi adalah ketika ia ditolak untuk
masuk ke dalam gereja oleh orang-orang kulit putih dengan alasan
kulitnya tidak berwarna sama dengan mereka. Friedrich Nietzche, seorang
filsuf atheis, pernah menjawab pertanyaan mengapa ia sangat membenci
kekristenan. Dia menjawab, “saya akan percaya pada jalan keselamatan
mereka (orang Kristen), apabila mereka sedikit lebih terlihat seperti
orang yang sudah diselamatkan.”
Ada lagi
kisah tentang Anton Szandor LaVey sang pendiri gereja Setan. Pada
mulanya LaVey adalah seorang yang taat beribadah bahkan melayani di
gereja. Di dalam pengalamannya, LaVey melihat banyak pria kristen yang
hidup dalam kemunafikan. Pada hari Minggu mereka ini terlihat sebagai
orang-orang yang saleh di gereja, tapi di hari-hari lain mereka
berkanjang di dalam berbagai dosa dan kenistaan. Pengalaman itu
mendorong LaVey untuk mendirikan gereja (setan) di mana para anggotanya
bebas mengumbar nafsu tanpa dibungkus kemunafikan.
Masih
banyak lagi orang-orang seperti Gandhi, Nietzche dan LaVey di sekitar
kita. Mungkin mereka adalah orangtua, anggota keluarga, sahabat-sahabat
atau orang-orang yang mengenal kita yang urung menjadi Kristen karena
melihat hidup kita. Betapa sering kita tidak mampu menampakkan diri
sebagai “surat pujian” dari Allah, karena dalam prakteknya kita lebih
banyak menebarkan benih kebencian, pikiran jahat, percabulan,
perzinahan, keserakahan, kelicikan, iri hati, hujat, kesombongan dan
seribu macam rupa keduniawian di antara sesama manusia.
2. Sebagai surat Kristus kita harus menjadi sebuah kisah tentang cinta Yesus
Seperti
halnya Yesus mencintai anda, setiap sendi kehidupan kita juga sudah
selayaknya menjadi kertas yang dipakai oleh guratan pena Tuhan untuk
menyatakan kasihNya yang begitu besar kepada dunia ini. Roh Allah tidak
sekedar memberikan coretan kasar tapi sebuah gambaran akan kasih yang
begitu indah sebagai gambaran Kristus. Apakah itu bisa dibaca orang
lain, atau malah kita meninggalkan goresan-goresan kasar yang
mencabik-cabik hati orang lain? Seperti apa Kristus yang kita gambarkan
lewat diri kita? Sejak hari ini, marilah kita terus menjaga hati kita.
Penuhi terus dengan firman Tuhan yang penuh kuasa. Ijinkan Roh Kudus
terus menulis tentang Kristus dalam hati kita, dan biarlah Tuhan
dipermuliakan dengan segala gambaran yang muncul keluar dari diri kita.
Ingatlah bahwa diri kita selalu ibarat surat terbuka yang bisa dibaca
banyak orang. Apa isi surat yang terbaca lewat anda hari ini?
Di sebuah
universitas di Inggris, sekelompok mahasiswa mengajukan pertanyaan
berikut, "Kamu ingin menjadi apa?" Mereka melontarkan berbagai jawaban
yang berbeda-beda, yakni atlet berprestasi, politisi yang berpengaruh,
cendekiawan terkenal. Dengan malu-malu, namun pasti, seorang mahasiswa
mengatakan sesuatu sehingga timbul keheningan yang dalam, "Kalian boleh
menertawakan saya, tapi saya ingin menjadi orang kudus." Bayangkan,
orang kudus! Apa pun konsep mahasiswa itu tentang orang kudus, banyak
orang di masyarakat sekuler kita yang akan memandang aneh ambisi
tersebut. Namun sebagai orang kristiani, hal itu sepatutnya menjadi
prioritas tertinggi dalam hidup kita. Inti dari kekudusan adalah
menyerupai Yesus. Paulus berkata bahwa tujuan utama Allah Bapa adalah
menjadikan kita serupa dengan Anak-Nya (Roma 8:29).
Tentu
saja, setiap orang percaya memiliki jaminan keserupaan yang sempurna
dengan Kristus di dunia yang akan datang nanti. Namun, Allah tidak ingin
kita menanti dengan pasif hingga kita memasuki surga, di mana perubahan
adikodrati itu terjadi (1 Yohanes 3:2). Kita harus bekerja sama dengan
Roh Kudus untuk tumbuh menjadi lebih dan semakin lebih menyerupai
Kristus "di dalam dunia ini" (4:17). Ya, kita sudah menjadi orang-orang
kudus karena kita beriman di dalam Kristus Yesus (Filipi 1:1). Namun,
setiap hari kita menghadapi tantangan untuk menjadi diri kita yang
sebenarnya, yakni keserupaan dengan Kristus di setiap bidang kehidupan
kita.
3. Sebagai surat Kristus kita harus mencerminkan kemuliaan Kristus
Dalam 2
Korintus 3:18, digambarkan bahwa kita "mencerminkan kemuliaan Tuhan".
Apabila kita mencerminkan kemuliaan-Nya, kita akan diubah "menjadi
serupa dengan gambar-Nya", yaitu menyerupai Kristus. Barangkali kita
bertanya-tanya mengapa cara berpikir dan perilaku kita masih jauh dari
serupa dengan Kristus. Mungkin pertanyaan berikut ini dapat menolong:
"Hidup siapakah yang kita cerminkan?" Umat Allah harus mencerminkan
kemuliaan Allah. Untuk itu kita harus membiasakan diri mencerminkan
kemuliaan-Nya. Kita harus membaca dan merenungkan firman-Nya. Kita harus
berdoa dan memercayai Roh Kudus Allah untuk bekerja di dalam hati kita.
Barulah setelah itu kita dapat menaati perintah-Nya dan berpegang pada
janji-Nya. Kemuliaan siapakah yang dalam hidup kita?
Raut muka
adalah cerminan hati. Apakah orang lain melihat Yesus pada raut muka
Anda? Ketika Musa turun dari Gunung Sinai setelah bertemu dengan Allah,
wajahnya begitu bercahaya sehingga bangsa Israel tidak mampu menatapnya
(Keluaran 34:29,30; 2 Korintus 3:7). Paulus membandingkan kemuliaan itu
dengan kemuliaan lebih besar yang dapat dialami oleh mereka yang
memiliki hubungan dekat dengan Kristus. Ia mengatakan bahwa kita
diubahkan oleh Roh Kudus yang tinggal dalam diri kita, sehingga kita
akan semakin menyerupai Tuhan Yesus (2 Korintus 3:18). Tak ada kosmetik
wajah yang lebih baik dibandingkan anugerah Allah yang mengubahkan.
Persahabatan dengan Kristus mungkin tidak membuat wajah kita sempurna,
tetapi dapat menggantikan keriput dan kerutan di dahi dengan kedamaian
batin yang memancarkan keindahan Kristus melalui diri kita.
Dalam
beberapa hal, hukum Taurat Musa bagi orang kristiani sama seperti kruk
bagi seorang atlet. Keduanya baik apabila diperlukan dan digunakan
dengan benar. Namun, kruk tidak dapat digunakan untuk memenangkan
perlombaan lari cepat 90 meter. Demikian juga bersandar pada sebuah
sistem hukum tidak pernah dapat membawa kemenangan rohani bagi kita.
Paulus menekankan penyusutan kebesaran hukum Perjanjian Lama dengan
membandingkannya dengan kemuliaan hidup dan kebebasan di dalam Roh yang
tiada taranya. Mengacu pada wajah Musa yang bersinar setelah menerima
Sepuluh Perintah Allah, Rasul Paulus berkata bahwa memudarnya sinar
wajah Musa sama seperti wahyu di Gunung Sinai yang diterimanya. Wahyu
itu bersifat sementara dan tidak lengkap. Orang Israel akan segera
menyadari bahwa pesan Allah dari gunung itu juga standar yang akan
digunakan untuk menghakimi mereka.
Namun, di
mana Roh Kudus memerintah, di sana terdapat anugerah yang melimpah, dan
keagungan-Nya jauh melebihi keagungan Taurat itu. Bayangkan sebatang
korek api yang menyala di dalam sebuah tempat yang gelap gulita.
Munculnya nyala api yang tiba-tiba itu memberikan sebuah pertunjukan
sinar yang mengesankan. Namun, jika Anda menyalakan sebuah korek api di
bawah terik sinar matahari, percikan sinarnya akan tampak tidak berarti.
Kesepuluh perintah tersebut bersifat menuntut dan pada akhirnya
menghakimi. Akan tetapi, hidup di dalam Roh membawa pengalaman kuasa
Allah yang mengubahkan ke dalam hati kita
Pudarnya
keagungan Taurat tidak sebanding dengan kemuliaan anugerah Allah.
Perjanjian baru itu lebih baik daripada perjanjian lama (bd.Rom 7:1-25)
karena mengampuni sama sekali dosa dari orang-orang yang bertobat (Ibr
8:12), menjadikan mereka anak- anak Allah (Rom 8:15-16), memberikan
mereka hati dan tabiat yang baru sehingga dapat mengasihi dan menaati
Allah dengan spontan (Ibr 8:10; bd. Yeh 11:19-20), menuntun mereka
kepada hubungan pribadi yang lebih intim dengan Yesus Kristus dan Bapa
di sorga (Ibr 8:11), serta menyediakan pengalaman yang lebih indah di
dalam Roh Kudus (Yoel 2:28; Kis 1:5-8; Kis 2:16-17,33,38-39; Rom 8:14-
15,26).
Kabar baik
tentang Kristus harus dimulai dari diri kita, sehingga apakah sesama
kita juga dapat membaca “Injil” di dalam diri kita, yaitu kualitas
kehidupan dan spiritualitas iman serta kasih kita kepada Kristus. Jadi
makin jelaslah bagi kita bahwa tugas pemberitaan Injil bukan sekedar
kumpulan kata-kata saleh dan rohani agar orang-orang di sekitar kita
mengenal Kristus sebagai Juru-selamatnya. Tetapi pemberitaan Injil
secara esensial menyangkut kualitas hidup kita di hadapan Allah dan
sesama, yaitu apakah hidup kita sungguh-sungguh telah menjadi surat
pujian dan surat Kristus ? AMIN! *(KU).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar