Renungan GKE

Jumat, 20 Juli 2012

KETIKA TUHAN MENGUNDANGMU


Matius 22:1-14

Pernahkah saudara mendapat undangan untuk menghadiri suatu acara panting? Undangan pasta ulang tahun, pengucapan syukur, pesta pernikahan, atau pun undangan-undangan penting lain misalnya? Saudara, barangkali kita pernah mendapatkan undangan-undang­an semacam itu. Bahkan mungkin sering. Bila kita mendapatkan undangan itu artinya kita mendapat suatu penghargaan besar dari si pengundang. Semakin besar pengaruh atau status si pengundang maka semakin be­sar pula nilai penghargaan bagi yang diundang.

Coba umpama bila yang mengundang itu adalah seorang jutawan. Maka biasanya orang yang diundang a­dalah orang-orang yang dianggap pantas untuk diundang. Mana mungkin kira-kira ia mengundang orang-o­rang buta, orang timpang, orang gembel, orang yang korengan diharapkan menghadiri undangan. Coba pula misalnya bila si pengundang itu adalah seorang raja. Maka tentu orang yang diundangnya adalah orang­-orang yang dianggap panting untuk diundang. Orang­-orang yang dianggap terhormat tentu saja!

Bagaimana kira-kira andaikata kita sebagai orang biasa tau-tau mendapat undangan dari bapak Presiden untuk manghadiri undangan kenegaraan? Boleh jadi kita berkata: "mimpi apa aku semalam"? Tentu kita pasti berupaya untuk datang karena peristiwa semacam itu tentulah suatu peristiwa yang tak terlupakan seumur hidup kita, sebuah kenang-kenangan yang berharga! Betapa tidak, apabila kita telah diundang dan mendapatkan suatu suatu penghargaan besar tiada tara. Suatu penghargaan langka yang tidak mungkin didapat semua orang. Seumur hidup belum tentu semua orang mendapatkannya. Walaupun setiap orang mendambakan­nya.
 
Saudara, bagaimana kira-kira bila hal tersebut memang benar-benar terjadi dalam kehidupan ki­ta? Bagaimanakah sikap kita? Dan... maaf, bila me­ngingatkan, bahwa saudara den saya memang benar-benar telah diundang. Ya, benar-benar jugs diundang dalam pasta perkawinan. Ya, Sang Penguasa, raja di atas segala raja, Sang Mahakaya benar-benar mengundang kitea dalam suasana pesta anak-Nya. Bagmana sikap kita?

Saudara, Ini adalah soal Kerajaan Sorga. Yang dipaparkan Yesus dalam nas ini, Yesus sendiri mengumpamakannya sama dengan seorang raja yang mengadakan perjamuan kawin untuk anak-Nya. Ia telah mengundang banyak o­rang ke pasta yang diadakan-Nya. Untuk bersama- sama bergembira. Tapi masalahnya, para undangan tidak dapat menghadiri pesta tersebut. Apa pasalnya? Me­reka mesing-masing punya alasan. Alasan yang memang tak dapat ditawar-tawar. Alasan yang memang juga tak boleh diremehkan! Ya, karena menyangkut keperluan hidup alias jaminan hidup. Yang bila diabaikan bisa fatal akibatnya!

Untuk itulah mereka satu-persatu meminta maaf kepada si pengundang. Maaf karena urusan ladang. Maaf karena harus mengusrus usaha. Yang lain juga maaf.., karena barang sebentar bersenang menakmati kebahagiaan keluarga. Ya, maaf,., ma­af. , , maaf ... Dan siapa yang mengatakan bahwa se­gala urusan mereka itu salah? Tidak, tidak sa­lah! Hanya masalahnya saudara, mereka tidak menyadari bahwa undangan tersebut teramat penting. Bahwa undangan itu bukanlah undangan biasa, tetapi da­ri sang baginda raja, yang bisa menentukan nasib seseorang!

Taukah saudara apa artinya bila undangan tersebut tak diindahkan? Mengertikah kita apabila sang baginda kecewaa? Yang pasti bisa terjadi ke­sulitan bagi si diundang nantinya! Karena bila tak datang ke undangan raja boleh jadi dianggap suatu penghinaan bagi sang baginda raja. Bila i­ni sampai terjadi tentu malanglah nasib si orang yang tak mengindahkan undangan sang baginda. Pa­dahal undangan semacam itu belum tentu terjadi kedua kali.

Saudara, apa yang mau dikatakan Yesus melalui perumpamaan dalam nas ini? Nah, ini! Apa­bila hanya karena urusan perut, soal jamian hidup, atau juga masalah kebahagiaan hidup di alam fana ini kite menjadi sangat sibuk. Selalu sibuk. Terlalu sibuk. Dan akhirnya diperbudak oleh kesi­bukan. Dan persoalan yang diurus kesibukan tadi menjadi satu-satunya yang dianggap paling berharga. Menja­di satu-satunya tujuan hidup. Di sinilah celakanya! Apalagi bila karenanya kita sampai menganggap soal keselamatan menjadi tak ada artinya. Di sinilah bahayanya! Lalu akhirnya kita menjadi ke­hilangan makna hidup yang sesungguhnya. Untuk apa sebenarnya kita ada di tengah-tengah kehidupan i­ni. Apa yang mestinya dilakukan sebagai persiapan bila nanti memasuki alam yang di seberang sana!

Saudara, kesibukan adalah bahaya nomor satu paling menggoda, yang dapat menjauhkan kita dari Tuhan. Si­buk itu sendiri sebenarnya tidaklah salah! Tetapi bila terlalu sibuk, nah inilah yang bisa berbaha­ya. Kita lalu seperti orang terkena bius. Lupa capek. Lupa sakit. Lupa hari-hari ajal kita yang makin mendekat. Akhirnya kita tidak menyadari untuk apa semua yang kita cari, kita kerjakan, kita usahakan den kita peroleh bila malaikat maut keburu datang.

Saudara, perumpamaan Yesus tentang hal Kerajaan sorga dalam nas ini masih ada kelanjutannya. Rupa-rupanya sang raja ini seorang yang murah hati. Walaupun para undangan istana itu mempunyai dalih yang bermacam-macam, bahkan sampai menangkap, menyiksa bahkan membunuh hamba-hamba utusannya. Na­mun ia tetap mengundang orang-orang untuk datang ke pestanya. Namun kali ini para undangannya bukan lah orang-orang terhormat. Pokoknya orang jahat, orang gembel, bandit, dan sebagainya diuhdang! Namun saudara, ada satu situasi yang sangat mengagetkan kita. Salah seorang undangan itu mendapat hukuman berat. Diikat kaki tangannya. Dilemparkan ke tempat yang paling gelap. Apa masalahnya? Sederha­na kelihatannya! Ia tidak mengenakan pakaian pes­ta. Hanya itu? Akh, keterlaluan. Hanya gara-gara pakaian.

Tapi dalam latar belakang kebudayaan Timur Tengah (melalui mana nas ini ditulis) memang lain. Soal pakaian itu sangat riskan. Orang ke pesta memang diharuskan (diwajibkan) mengenakan pakaian pasta! Entah bagaimana bentuk pakaian pasta itu, kita ti­dak tahu. Tapi yang jelas itu rupanya semacam tan­da sikap kehormatan. Tanpa mengenakan pakaian pes­ta berarti penghinaan bagi sang raja. Sebab itulah sang raja sangat marah kepadanya dan menghukumnya. Ya, tentu saja. Sebab itu adalah acara panting di kerajuaan. Dianggap suatu acara kehormatan.

Saudara, kita mungkin sering mendapat undangan se­macam itu, acara yang resmi. Lalu dalam undangan itu diberikan catatan: "Bagi yang Pegawai Negeri supaya memakai pakaian Korpri. Bagi para undangan lain supaya memakai safari, rapi...dsb." Coba bayangkan bila kita tidak mengindahkannya. Boleh jadi kita dianggap kurang sopan, kurang menghargai acara tersebut. Bayangkan saudara, seperti dalam nas i­ni! Orang tersebut telah diundang. Padahal sebenarnya ia tidak layak mendapat undangan. Ia dihargai, dianggap penting oleh raja. Namun ia tidak menghargai raja yang telah mengundangnya. Ia tidak menge­nakan pakaian pesta!

Apakah anti kiasan dalam nas ini? Adalah orang-orang yang telah dipanggil menjadi pengikut-pengikut Kristus. Menjadi anggota jemaat warga Ke­rajaan Allah, tetapi masih tetap dalam dosanya. Tidak mau mengenakan pakaian pesta yang telah disediakan oleh Kristus. Yaitu "pakaian" kebenaran (Mat. 28 3; Why. 3:18). Jadi dalam nas ini ada dua pelajar­an penting yang perlu kita perhatikan, ketika Tuhan mengundang Anda: soal kesungguhan, keseriusan kita dalam hal hidup keagamaan kita. Bahwa soal kesibukan janganlah sampai menggantikan hal-hal yang paling prinsip dalam hidup kita. Sedangkan yang berikutnya: bahwa soal hidup dalam kebenaran haruslah selalu diutamakan. Jang­an dikesampingkan, Kitea telah dikasihi oleh Allah melalui korban Kristus. Kite telah dianggap berharga dan te­lah diundang dalam sukacita sorgawi hanya semata­ oleh kasih Allah. Janganlah sampai kita sia-siakan atau mengabaikannya! AMIN. *(KU).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar