Renungan GKE

Jumat, 20 Juli 2012

MAKNA IMAN DALAM KEHIDUPAN


Ibrani 11:17-23

Alkisah, cerita tentang sebuah pesawat yang sedang terbang mengalamai keadaan gawat darurat... Lalu pilot mengeluarkan pengumuman "Kami terpaksa meminta kesediaan tiga penumpang untuk mengorbankan diri agar pesawat dan penumpang yang lain bisa diselamatkan." "Kru kabin kemudian membuka center emergency exit door". Seorang yang nampak sakit melangkah mendekati pintu emergency. Sebelum menerjunkan diri, ia berbicara kepada pramugari yang berjaga didekatnya. "Saya sudah divonis mati. Umur saya tidak lama lagi. Tidak ada bedanya, tidak ada artinya lagi semua ini bagi saya. Saya rela melakukannya !" "Hidup negaraku........" Seruan paraunya menghilang bersama lompatannya. Kemudian orang berikutnya, seorang yang nampak kacau mendekati pintu emergency. Ia pun berbicara kepada pramugari tersebut. "Hidupku tidak ada artinya lagi. Istriku main serong dengan teman baikku dan menguras hartaku. Sedangkan sebenarnya aku sangat mencintainya. Biarlah aku rela melakukan hal ini !""Hidup negaraku..........." Teriaknya sambil melompat keluar. Seorang yang berbadan kekar dan berwajah tegar mendekati pintu emergency (dari data pribadinya di kemudian hari didapatkan bahwa orang ini ternyata mengalami stress akibat cintanya ditolak oleh gadis pujaan hatinya, yang telah menikah dengan pria lain). Tanpa berbicara sepatah katapun ia langsung melompat. Ia berteriak lantang: " Hidup negaraku........."

Apa kesan saudara setelah mengikuti ceritera tentang orang-orang nekad tadi? Apakah tindakan orang-orang dalam cerita tadi dapat dikategorikan sebagai tindakan orang beriman? Ini penting! Terlebih bila kita mencermati bahwa tidak jarang orang-orang beriman pun seolah melakukan semacam “tindakan nekad” dalam kehidupan mereka. Di satu sisi, kita melihat memang tindakan yang mereka lakukan tadi adalah suatu tindakan penuh pengorbanan. Ya, karena tindakan mereka penumpang yang lain diselamatkan. Tetapi di sisi lain? Tidak ada istilah lain yang dapat disebutkan selain tindakan orang-orang nekad tadi sebagai suatu tindakan yang pasrah menyerah tanpa pengharapan untuk lebih cepat mengakhiri hidup. Tindakan yang mereka lakukan adalah jalan pintas karena tidak sanggup menanggung beban kehidupan pahit yang mereka rasakan. Dan tentu saja, tindakan nekad yang mereka lakukan tadi sangat bertolak belakang dengan tidakan iman dalam arti yang sebenarnya!

Lalu apa bedanya dengan orang-orang beriman yang tidak jarang juga seolah melakukan semacam “tindakan nekad” dalam kehidupan mereka? Bukankah Abraham juga melakukan tindakan nekad ketika mempersembahkan anaknya Ishak? Padahal itu adalah anak kesayangannya, dan bisa jadi ia dapat dianggap pembunuh keji terhadap anaknya sendiri? Bukankah juga tindakan nekad Musa lari dari istana Firaun di Mesir dapat digolongkan sebagai suatu tindakan nekad yang konyol? Padahal bukankah Musa waktu itu adalah pewaris tahta kerajaan? Saudara, disinilah letak persoalannya Ya, di sinilah inti permasalahannya. Dan di sinilah letak perbedaan benar tidaknya makna iman dalam kehidupan. Benar tidaknya cara dan sikap orang beriman dalam arti yang sesungguhnya! Iman memang hanya terdiri dari empat huruf. Akan tetapi dalam kehidupan sebagai orang percaya, iman merupakan kunci benar tidaknya cara hidup beragama kita. Sikap kita menjalani hidup. Cara kita memandang, memilih, melangkah, dan dalam cara kita mempercayai Allah.

Iman yang benar selalu didasarkan pada iman yang dari Allah dan tertuju kepada Allah. Per­caya kepada Allah bahwa Ia benar dan dapat diandalkan, lalu mempercayakan diri kepada-Nya, dan taat serta setia kepa­da-Nya. Dapat dikatakan bahwa iman adalah membenarkan dengan “hati” maksudnya membenarkan segala apa yang datang dari Allah, serta menerima dengan ikhlas tanpa syarat. Iman adalah mengikrarkan dengan “lisan” maksudnya mengucapkan pernyataan tentang apa dan kepada siapa yang kita imani. Iman adalah melaksanakan dengan “perbuatan” maksudnya hati mengamalkan dalam bentuk keyakinan, lisan mengamalkan dalam bentuk perkataan, sedangkan “tindakan” melaksanakan segala konsekuensinya dalam berbagai bentuk aktivitas perbuatan sesuai dengan fungsi dan tujuannya.

Alkitab mencatat bahwa tokoh-tokoh iman seperti Abraham, Ishak, Yakub, Yusuf, Musa, dan tokoh-tokoh iman lainya, bahwa mereka tidak hanya memikirkan apa yang kelihatan. Rasul Paulus menjelaskan, bahwa Abraham oleh tindakan imannya maka ia dibenarkan oleh Allah. Kita perlu bercermin dari kehidupan Abraham. Dia tidak menuntut Allah, tetapi malah dia dituntut oleh Allah untuk mempersembahkan darah dagingnya sendiri. Ketika janji Allah tak kunjung digenapi (karena memang belum waktunya), Imannya telah membawanya mentaati Allah untuk mengikat anaknya di atas mezbah dan mempersembahkannya kepada Allah.

Abraham memandang masalah itu dengan mata iman, sehingga dia dapat meyakini bahwa Allah akan membangkitkan kembali Ishak anaknya. Dan Allah meneguhkan iman Abraham serta menggenapi janji-Nya. Respon Abraham terhadap tuntutan Allah ini sangatlah luar biasa. Abraham telah menunjukkan imannya. Iman seperti itulah yang membenarkannya dan membawanya kepada pembenaran serta keselamatan. Waktu mau meninggal, ketiga keturunan Abraham yang disebut dalam pasal 11:17-22, Ishak, Yakub, dan Yusuf, memikirkan dengan iman masa depan umat Allah. Kita harus ingat betapa sedikitnya orang yang sudah lanjut usia, tetapi tetap memiliki iman yang teguh. Pengalaman yang pahit, dan sikap sinis, dapat menggerogoti iman yang dipunyai orang, sampai habis, atau sampai hidup keagamaan mereka menjadi hanya sekedar kebiasaan saja.

Dalam pasal 11:23 juga memperlihatkan tentang kehidupan Musa. Orang tua Musa berani melawan perintah Firaun, karena iman mereka. Karena iman, maka mereka berani mengambil risiko hukuman yang berat sekali. Ini perlu juga diteladani oleh orang tua pada masa para pembaca pertama, dan juga pada masa ini. Dengan pengkalimatan yang singkat dan tepat seperti disebutkan pada pasal 11:24-26 menceritakan bagaimana pandangan hidup orang yang beriman akan selalu memilih dengan kemampuan lebih untuk menjangkau masa datang dan mampu melampaui kenyataan yang walau belum kelihatan sekarang. Karena iman semacam itulah, Musa rela meninggalkan segala masa kini yang gemilang, walau sebentar lagi ia adalah calon pengganti Firaun raja Mesir yang agung. Musa rela mengidentifikasikan dirinya dengan umat Allah. Musa rela hidup dalam penderitaan, dalam ketidakpastian, dan dalam perjuangan yang berat untuk menuju tanah perjanjian yang telah disediakan Allah bagi umat-Nya. Karena iman, Musa memilih janji Allah yang belum kelihatan daripada janji Firaun yang sudah jelas terlihat.

Iman selalu memiliki prinsip dasar yang diawali dari segala isi hati yang dinafasi oleh iman yang dari Allah, ucapan dan perbuatan yang sama dalam satu keyakinan yang juga hanya tertuju pada kehendak Allah. Tidak lebih dan tidak kurang!. Dengan kata lain bahwa orang-orang beriman adalah mereka yang di dalam hatinya, di setiap ucapannya dan segala tindakanya termotivasi bahwa Allah adalah jaminan terbaik untuk memberikan yang terbaik. Karena itu orang beriman dapat juga disebut dengan orang yang jujur atau orang yang memiliki prinsip, atau pandangan, sikap hidup yang jelas, yang hanya berpusat dan tertuju kepada Allah semata. Tanpa iman tidak ada pengabdian manusia yang berkenan kepada Allah yang Maha Suci. Iman, seperti juga cinta, teruji pada saat yang sulit. Semakin mahal “harga” yang harus dibayar untuk iman kita, maka semakin cemerlanglah “kilau” yang ditampakkannya. Dengan demikian, sangatlah jelas bahwa makna “percaya” atau beriman kepada Tuhan, yaitu iman kepada Tuhan yang tanpa syarat. Maksud sikap iman yang tanpa syarat adalah: “Walau kita tidak melihat, namun kita “percaya”.

Kitab Ibrani adalah suatu kitab yang berisi pokok paling menonjol tentang soal “iman” (pasal 11; Ibr 11:1-40). Tentang kitab Ibrani, Johannes Schneider pernah menulis bahwa, "Surat Ibrani sangat seadanya dalam menilai kehidupan nyata dari jemaat-jemaat. Penulisnya memahami berbagai bahaya yang mengancam umat Allah di atas muka bumi ini. Oleh karena itu surat ini menasihatkan untuk berpegang teguh pada iman dan jangan tidak setia kepada Kristus" (The Letter to the Hebrews, hlm. 8). Rasul Paulus sendiri mendefinisikan iman dalam kitab Ibrani bahwa, "Iman adalah dasar dari segala sesuatu yang kita harapkan dan bukti dari segala sesuatu yang tidak kita lihat" (Ibrani 11:1).

Apakah saat ini iman Anda tengah mengalami tantangan dan mengalami berbagai kesulitan? Jangan kecil hati. Lihatlah itu sebagai kesempatan untuk meningkatkan kualitas hidup kita sebagai orang beriman. Berjalanlah terus dalam iman. Apabila semua itu berlalu, dan Anda akan keluar sebagai pemenang. Iman Kristen memang tidak mengajarkan kita untuk mencari-cari penderitaan. Tapi iman memberikan kita kesanggupan untuk merangkulnya sebagai bagian dari berkat Tuhan. Mencari-cari penderitaan tanpa dasar dan tujuan serta tidak berhubungan dengan iman adalah sebuah kekonyolan. Tetapi toh pun jika harus menderita demi mempertahankan iman, maka itu adalah kualitas hidup tertinggi dari seseorang yang beriman. AMIN.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar