Renungan GKE

Jumat, 20 Juli 2012

"JAUHKANLAH SERBANMU BUANGLAH MAHKOTAMU!”


Yehezkiel 21 : 14-27

Bangsa Israel berpikir bahwa kebesaran mereka adalah sama dengan kebesaran Allah, sehingga Allah tidak akan membiarkan Israel dihancurkan. Pendapat ini salah; Israel sendiri telah mencemarkan nama Allah. Karena itu, demi untuk kemuliaan-Nya sendiri Allah bertindak, pertama-tama menghukum dan kemudian menyelamatkan. (Bacalah Yeh 20:40-44; 28:25,26; 36:16-23; 38:17-23; 39:7,8,25-29).

Kesalahan Yehuda akan disingkapkan sehingga terbukti memang pantas menerima hukuman. Raja Israel diingatkan agar jangan tetap merasa aman, sombong, dan tidak peduli. Yang tinggi akan direndahkan (ayat 26)! Oleh karena menolak bertobat, Yerusalem akan dijadikan puing-puing! Keturunan raja dan negeri Israel harus dijadikan puing sampai kedatangan Sang Mesias (ayat 26-27). Gaung perjanjian ini sudah digemakan sejak Kej. 49:10, "Tongkat kerajaan tidak akan beranjak dari Yehuda atau pun lambang pemerintahan dari antara kakinya, sampai dia datang yang berhak atasnya, maka kepadanya akan takluk bangsa- bangsa".

Hanya dengan merendahkan diri di hadapan Tuhan, oleh belas kasih-Nya seseorang akan ditinggikan. Lalu, dengan cara bagaimana orang Kristen dewasa ini mencemarkan nama Allah? Bercermin dari nas ini, ada dua hal yang perlu kita gumuli. Perlu kita waspadai. Perlu kita hindari. Jangan sampai kita miliki! Kedua hal ini tentu saja mendatangkan murna Allah, sebagaimana Allah menghukum bangsa Israel.

1. Bermuka Dua


Israel adalah umat yang terikat dengan Tuhan melalui perjanjian Sinai. Namun Israel telah meninggalkan Tuhan dan berpaling kepada ilah-ilah palsu. Mereka memiliki kehidupan bermuka dua. Di satu sisi mereka mengaku setia kepada Tuhan, tetapi di sisi lainnya mereka menyembah berhala. Mereka menjalani kehidupan seperti bangsa yang tidak bertuhan, tetapi tidak merasa bersalah bahkan merasa aman-aman saja. Sampai pada titik desas desus Babel akan menyerang Yehuda, umat Tuhan ini menganggap sepi isu tersebut (ayat 23). Bahkan menolak juga pemberitaan nabi yang jelas-jelas berasal dari Tuhan. Maka hukuman bagi Yehuda tidak terelakkan lagi dan akan didahulukan.

Ibarat sebuah medan pertempuran yang tak terhindarkan, Yehezkiel harus menggambar dua jalan yang berpangkal dari satu titik, yakni Babel. Kedua jalan ini semakin menjauh, yang satu menuju Yerusalem dan satunya lagi menuju Raba, ibukota Amon (ayat 19-20). Raja Babel yakni Nebukadnezar berada di persimpangan jalan. Ia mengocok panah, meminta petunjuk dari terafim, dan menilik hati binatang untuk meramal situasi. Walaupun panah tenungan itu jatuh menunjuk ke Yerusalem namun itu adalah tenungan yang menipu (ayat 21-23).

2. Keangkuhan Hidup

“Jauhkanlah serbanmu dan buangkanlah mahkotamu! Tiada yang tetap seperti keadaannya sekarang.” (ay.26). Tanpa spekulasi manusia, Allah sudah menyediakan penghakiman yang terakhir bagi raja Israel, orang fasik yang durhaka (ayat 24-25). Sama sekali tidak ada gunanya mengenakan serban dan mahkota, karena hari kemalangannya sudah tiba. Yang rendah harus ditinggikan, yang tinggi harus direndahkan (Yer. 13:18).

Saudara, kalau kita bicara tentang mahkota, kita bicara tentang kebanggaan. Kebanggaan yang keliru membuat kesombongan. Dan itu yang sering terjadi dalam dunia nyata. Bukan hanya pada jaman nabi Yehezkiel, tetapi juga pada jaman ini dan disini! Karena itu, hendaklah kita sadar akan kebanggaan-kebanggan semu, murahan dan mendatangkan penghukuman. Bahwa kita hanya memiliki kebanggaan akan anugerah yang kita terima, kebanggaan akan pilihan Tuhan untuk melayani Dia jadi saksi-saksi-Nya dan terang kebanggaan akan salib, karena kita dipakukan. Disalib itulah segala dosa kita ditanggungNya. Karena itu, buanglah sikap keangkuhan hidup.

Apa artinya membuang keangkuhan hidup? Nah, in! Kita harus menyadari bahwa kita lemah, namun Kristus kuat. Menyadari kita terbatas, namun Kristus luar biasa dan tidak terbatas. Dan juga, menyadari bahwa kita tidak memiliki apa-apa. Kita datang telanjang kita pulang telanjang! Kesadaran semacam ini penting! Ya, menyadari bahwa kita ini bodoh, namun Kristus penuh hikmat. kita adalah apa adanya kita dengan penuh kelemahan, keterbatasan dan dosa! Berhenti dari kehidupan ganda kita yang merupakan kemunafikan. Ikutlah Tuhan sepenuh hati. Jangan sekali-kali menggantungkan hidup kita pada hal-hal apapun di luar Tuhan. Hanya Dia sumber hidup dan oleh belas kasih-Nya kita beroleh jaminan kepastian keselamatan! AMIN.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar