Renungan GKE

Minggu, 22 Juli 2012

JADILAH PENOLONG BAGI SESAMA


Ayub 21:23-34.

Penderitaan Ayub sungguh teramat berat. Betapa tidak, disamping ia sangat menderita sakit secara fisik, disamping itu pula kawan-kawan dekatnya malah menghujaninya dengan nasihat-nasihat yang sangat berteologis. Ya, Ayub mengalami penderitaan lahir bathin! Menurut mereka bahwa Ayub harus bertobat, karena sakit yang ia diderita adalah akibat dosa-dosanya! Padahal, Allah sendiri mengatakan dalam Alkitab bahwa Ayub adalah orang yang benar, jujur, menjauhi kejahatan, dan takut akan Allah. Bahkan tiada seorang pun orang baik di bumi yang seperti dia (psl.1:1, 8).

Ayub sebenarnya memerlukan pertolongan, dukungan dan penguatan, tapi yang didapat justru kritik, dan penghakiman dari teman-teman. Dapat Anda bayangkan! Kawannya memang berniat baik untuk menolong Ayub, hanya sayang cara menolong tidak tetap sasaran. Bukan meringankan beban, tapi malah menambah beban. Yang dibutuhkan oleh Ayub tentu saja bukanlah khotbah yang sangat berteologis, tapi tindakan kasih praktis. Bukan hanya soal pengakuan dosa dan pertobatan, tetapi merakan pertolongan Tuhan yang berbelas kasihan! Terkadang kesombongan membuat kita sulit mendengar dan memahami orang lain. Ingatlah bahwa perkataan yang semberono, emosional dan salah sasaran bukan hanya tidak bermanfaat, melainkan juga menambah beban penderitaan orang yang hendak kita tolong.

Saudara, bukankah dalam hidup keseharian kita terkadang berjumpa dengan sikap seperti teman-teman Ayub, atau Gereja, atau malah tanpa sadar justru kita sendiri yang berlaku seperti teman-teman Ayub? Menilai segala permasalahan hanya secara apa “menurut saya”, bukan menurut “apa yang Anda rasa?” Yang hanya datang dengan segudang ayat-ayat firman. Khotbah yang memukau, lalu terburu-buru menghakimi soal dosa dan menganjurkan pertobatan? Kita atau Gereja semestinya tidak saja hanya bertugas untuk memberitakan firman keselamatan Allah dengan perkataan, tetapi terutama untuk menyatakan firman keselamatan itu dengan perbuatan. Niat baik itu memang perlu, namun itu tidak cukup. Diperlukan semacam kemampuan untuk merasakan apa yang sedang orang lain rasakan. Sebab hanya dengan demikian kita akan mampu pula berbuat dengan tindakan kasih sebagai perpanjangan tangan Tuhan untuk menolong sesama secara nyata, tepat sasaran, dan berdaya guna. AMIN! *(KU).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar