Yehezkiel 25:1-11
Tidak dapat terbayangkan, entah bagaimana perasaan Anda andaikata suatu waktu Anda direndahkan, diejek dan dipermalukan oleh seseorang atau banyak orang. Atau diperlakukan, ditindas oleh orang lain dengan semena-mena! Padahal saat itu Anda justru dalam keadaan sangat terpuruk. Entah bagaimana pula rasa sebagai manusia, padahal Anda sudah memohon pertolongan Tuhan, tapi Tuhan seolah tidak mendengarkan? Tapi Tuhan seolah tak memberikan pertolongan? Oh, saudara.... manusia macam apa kira-kira bila tidak merasa kecewa, pedih, dan putus asa? Saudara, hal yang sama juga pernah dialami oleh umat Tuhan. Umat Israel yang disebut-sebut sebagai umat pilihan. Mereka juga pernah mengalami pergumulan berat. Semua musuhnya, bani Amon dan Moab bersorak-sorak mengejek mereka. Atas kejatuhan dan keterpurukkan mereka. Bangsa Israel seolah mengalami itu sendirian tanpa ada yang peduli, termasuk Tuhan. Mereka berada dalam titik rendah, dalam tekanan atas segala yang dialami dan dirasakan.
Dalam situasi seperti itu, mungkin banyak pertanyaan yang kita ajukan dalam kepedihan. Mengapa terkadang Allah membiarkan umat-Nya terluka dan menderita seolah tiada akhir? Mengapa Allah seolah membiarkan umat-Nya menderita teramat berat dan penuh tetesan air mata? Atau, mengapa Tuhan membiarkan orang-orang terkasih kita sakit atau mendapatkan kecelakaan yang tragis? Mengapa Tuhan membiarkan orang-orang yang kita cintai dan sayangi harus cepat pergi? Mengapa Tuhan membiarkan orang miskin atau menjadi tunawisma? Mengapa Tuhan membiarkan terorisme dan kejahatan, atau bencana? Oh, saudara....., tentu semakin panjang daftar pertanyaan yang dapat dibuat, seolah tiada satu pun yang mampu terjawab! Secara khusus, Anda mungkin bertanya-tanya mengapa Tuhan membiarkan anda untuk menderita. Anda adalah orang yang baik. Anda mungkin tidak sempurna, tapi Anda tentu tidak jahat. Jadi Anda mungkin bertanya pada sendiri, “Apakah saya dihukum? Apakah Tuhan membiarkan saya sengsara karena alasan tertentu? Mengapa ini terjadi kepada saya? Dan apa yang telah saya lakukan sehingga layak menerima ini?”
Saudara, pertanyaan-pertanyaan semacam ini biasanya terus terulang oleh kebanyakan kita setiap kali mengalami pergumulan yang sama. Tetapi, maaf... hanya sedikit dari kita yang berusaha menemukan jawabannya secara positif, apa sebenarnya di balik penderitaan pahit yang kita rasa. Tahukah saudara artinya? Nah, ini saudara! Alkitab dengan sangat jelas membentangkan, bahwa penderitaan bagi orang Kristen dapat diartikan sebagai peningkatan iman kita dan untuk membentuk karakter kita (bdk. Ibr. 12:11). Ya, sebenarnya pada saat kita mengalami penderitaan, pasti ada maksud baik Allah. Percayalah bahwa sebenarnya Allah tidak meninggalkan kita. Allah turut campur tangan untuk mendatangkan kebaikan bagi kita: "Kita tahu sekarang bahwa Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia yaitu bagi mereka yang terpanggil sesuai dengan rencana Allah." (Rm. 8:28).
Karena itu saudara, apabila Allah menghukum bangsa Israel dan mereka harus menderita di tanah pembuangan Babel, bukan tanpa makna. Demikian pun apabila Yerusalem jatuh ke tangan bangsa Babilonia tidaklah berarti bahwa Allah adalah Allah yang lemah, Allah yang ingkar janji dan berpaling dari bangsa Israel. Justru sebaliknya lewat peristiwa pembuangan Allah hendak menegur sekaligus mengingatkan bangsa Israel akan ketidaksetiaannya pada hukum dan aturan yang sejak dulu telah menjadi perjanjian kudus antara Allah dengan leluhur bangsa Israel. Oleh karena itu masa-masa di pembuangan haruslah menjadi masa-masa refleksi bagi umat Israel atas pelanggaran yang telah mereka perbuat. Dan Yehezkiel, lewat penglihatan-penglihatannya
Lalu tentang bani Amon dan bangsa Moab yang mengejek, menyoraki, dan mensyukuri keterpurukan Yehuda? Oh, saudara... Allah itu maha kuasa! Allah itu maha suci! Allah itu maha adil! Jangan kira bahwa Allah itu diam atas ketidakbenaran. Ada saatnya Allah bertindak memberikan hukuman! Nas ini membuktikan, bahwa sebagai musuh Israel yang kejam selama bertahun-tahun (Hak. 10-11; I Sam. 11; II Sam. 10), Amon dikecam dalam nubuat ini karena kegembiraan dan kebenciannya yang jahat atas kehancuran Bait Allah dan penderitaan Israel dan Yehuda (ay. 25:3, 6). Bani Amon turut serta dalam beberapa pemberontakan terhadap Babel. Tetapi kemudian bangsa Amon mengkhianati sekutu-sekutunya dan memanfaatkan nasib malang Yerusalem (bdk. Ul. 2:19). Demikian pun terhadap bangsa Moab. Yehezkiel bernubuat bahwa Moab juga akan dihukum karena mereka meremehkan bahwa Allah Israel tidak lebih besar daripada dewa-dewa bangsa lainnya (ay.11).
Sikap Amon dan Moab yang meremehkan Yehuda, dan menganggapnya sama saja seperti bangsa-bangsa lain adalah sikap sombong dan tidak berkenan kepada Allah (ay. 8). Untuk sikap seperti itu, Tuhan mengacungkan tangan-Nya melawan Amon dan Moab. Amon akan dihancurkan (ay. 7), Moab akan dikirimkan ke bangsa asing untuk menjajah mereka (ay. 9). Mereka akan menjadi contoh kengerian hukuman Tuhan lewat bangsa Babel (ay. 10-11). Dengan demikian bani Amon serta Moab akan mengetahui ‘bahwa Aku Tuhan’(ay. 7b, 11). Bagi Tuhan, mengolok-olok pelayanan/pekerjaan Tuhan yang sedang porak-poranda atau membawa kehancuran bagi kedaulatan umat-Nya adalah satu perbuatan yang melawan diri-Nya.
Saudara, jangan pernah menghina dan merendahkan sesama atas segala kekurangannya. Apalagi kalau sampai membeberkannya sehingga diketahui umum. Kita dianggap baik oleh orang, hakikatnya karena Allah masih menutupi aib-aib kita. Jangan sampai anugerah Allah kita khianati. Saat kita gemar membuka aib orang lain, maka Allah pun akan membukakan aib dan kekurangan kita kepada orang lain. Hal ini, persis seperti yang dialami bani Amon dan Moab. Mereka sendiri menuai dari apa yang mereka lakukan. Atas kebencian yang amat sangat, menyoraki kejatuhan musuh mereka Israel. Bahkan dengan sombong dan angkuhnya meremehkan Allah yang maha kuasa! Kesombongan adalah ketakaburan.
Meremehkan Tuhan juga adalah tindakan dosa dan pasti tidak luput dari penghukuman Allah juga. Jika kita meremehkan orang lain, maka berkat kebaikan Anda akan hilang dan akan mendapatkan murka Allah semata. Apalagi jika ternyata mereka telah bertobat dari dosa dan kesalahannya. Kesombongan dan keangkuhan, walau hanya sebesar butir debu, akan menghalangi orang untuk masuk ke dalam surga. Hiduplah secara bijak. Hargai dan akuilah jasa atau pun kelebihan orang lain. Beranilah mengkoreksi kekurangan diri sendiri dan berusahalah memperbaikinya. Ketimbang lebih banyak melihat kesalahan orang lain, lihat juga kekurangan diri sendiri. Sebelum kita mempertanyakan: “Di manakah Engkah Tuhan, di saat aku menderita?”, ada baiknya juga sebelumnya kita bertanya: “Apakah yang harus aku perbaiki Tuhan, supaya aku tidak kena murka?” AMIN.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar