Filipi 2:5-9
Mendengar istilah "hamba" (abdi, pelayan), atau "jipen" (bhs. Dayak Ngaju), "walah" (bhs.Dayak Maanyan), maka yang segera terlintas dalam benak kita adalah, suatu penempatan posisi yang rendah dalam strata sosial kemanusiaan, yang di lekatkan pada seseorang atau sekelompok orang, Dalam dunia nyata (kalau mau jujur), berstatus "hamba" (abdi, pelayan, jipen atau walah), sekiranya mungkin pastilah dihindari orang. Terhadapnya, komentar pun mungkin bernada sama: "amit-amit, jangan sampai mengenai kita, sebab mendengar namanya saja sudah tak mengundang selera!". Demikian kira-kira tanggapan kebanyakan orang bila diungkap dengan kata-kata. Hal demikian dapat dimaklumi. Sebab, bukankah berstatus "hamba" gelar-gelar terhormat jadi susah didapat? Tapi pasti lain sikap orang terhadap istilah "tuan" (majikan, bos, pimpinan atau komandan), umpama. Itu kebalikannya! Hampir setiap orang mengidamkannya.
Berstatus "tuan",
duhai sangatlah menggoda! Manusia normal macam apa bentuknya bila sampai
tak tergiur untuk meraihnya? Atau paling tidak memimpikannya?
Berstatus "tuan", wahai sangatlah mempesona! Maklum, di sana tersedia
seperangkat nikmat segudang kesenangan Boleh jadi hidup dibuatnya terasa
nyaman. Serba menjanjikan Tidak heran bila ada orang sampai stres best
gara-gara kemilaunya idaman seperti disebutkan tadi karena hanya singgah
di penghias mimpi-mimpi semata. Tak mampu muncul di alam nyata!
Mengenakan sifat-sifat "hamba", apa sih enaknya? Ah, itu terang bagai
siang! Sebab predikat "hamba" bukanlah kemilaunya sosok seorang raja
dengan mahkota. Semua orang pun tau itu! Tapi kenapa kepada kita selaku
orang percaya atau gereja dinasihatkan Rasul Paulus melalui nas ini,
supaya kita mengenakan sifat-sifat "hamba" seperti diteladankan oleh
Yesus sendiri? Di sinilah intinya. Ini penting dan sangat menentukan!
Pasalnya? Karena di sinilah kita menjumpai kedalaman hakikat kekristenan
kita, standar kenormalan hidup kekristenan kita (bdk.Matius 20:26-27;
bdk. Markus 10:43-44).
Sifat-sifat
“hamba" yang dinyatakan di situlah titik berangkat peran keterpanggilan
dan pengabdian kita yang sesungguhnya. Bahwa hakikat kekristenan kita
adalah pengabdian dan pelayanan bagi kemanusiaan. Hadir dan berjuang
untuk kehidupan yang lebih manusiawi. Hadir di tengah-tengah pergumulan
manusia nyata. Bagi pembebasan kemanusiaan dari kepekatan dosa. Dari
segala macam penderitaan, ketidakadilan, maupun dari berbagai bentuk
pelecehan kemanusiaan. Itu antinya, sifat-sifat "hamba" yang dinyatakan
adalah bobot, nilai dan isi dari kekristenan kita. Di situlah dijumpai
kehormatan dan kemuliaan kita yang sesungguhnya. Dengan kata lain, bahwa
segala bentuk kehormatan dan kemuliaan itu baru memiliki nilai apabila
kita tempatkan pada aras yang setara dengan pengabdian, dalam
pelayanan, kerja dan karsa yang dilandasi kerendahan hati, ketulusan dan
ketaatan.
Mengenakan
sifat-sifat "hamba", apa sih nikmatnya? Nah... nah... nah.. disinilah
masalahnya. Di sinilah kesulitannya! Pasalnya? Apabila orang mau
sungguh-sungguh mengenakan sifat-sifat "hamba" maka sekaligus ia harus
berani berjalan pada jalan salib! Berjalan pada sebuah keberprilakuan
solidaritas kemanusiaan secara utuh dan menyeluruh. Kenapsa mesti jalan
salib? Karena hanya jalan saliblah jalan satu-satunya yang telah teruji
kualitas kemafanannya untuk sebuah solidaritas. Tak ada jalan lain. Toh
pun ada jalan lain, pastilah jalan pintas namanya! Gaya hidup kehambaan
adalah gaya hidup berteladankan Yesus sendiri.dengan komitmen penuh
bersedia merendahkan diri, mengabdi. Turun dari ketinggiannya yang
mengawan-awan. Hadir dan berada di tengah-tengah-tengah pergumulan
manusia nyata. Berjuang untuk kehidupan manusia yang lebih manusiawi.
Bukan sebaliknya, semakin meninggi mangawang-awang membangun kelompok
alit rohani bagi pemuliaan diri sendiri!
Tapi di
sinilah titik masalahnya! Pasalnya ? Sebab dalam dunia nyata orang lebih
suka yang sebaliknya. Kekuasaan, kehormatan dan kemuliaan adalah
sarana pemasyuran diri pribadi. Sedangkan materi dan kelimpahan adalah
tujuan pemasyhuran untuk diri sendiri. Dalam keadaan demikian,
nilai-nilai pengabdian dan pelayanan sering menjadi persoalan. Sebab
itu dapat kita mengerti jika untuk sebuah kekuasaan, kemasyhuran dan
ketenaran, orang bersedia mengorbankan apa saja untuk nueraihnya ;Bahkan
mengorbankan orang lain kalau perlu. Demi meraup sejumput kekuasaan dan
kehormatan, orang tak segan-segan melepaskan seberapa yang ada di
tangan, tetapi tidak di kantong-kantong persembahan. Karena memang,
manusia lebih cenderung serakah dan mementingkan diri sendiri. Lebih
cenderung menghitung-hitung untung ruginya. Karena itu tidak heran bila
orang baru mungkin melakukan hal-hal besar dan spektakuler asal nama
juga ikut besar dan popoler! Tidak heran pula bila orang sulit
berkorban, apalagi sampai mati demi pengabdian dan pelayanan. Tetapi
sebaliknya rela berkorban bahkan sampai mati kalau perlu demi kekuasaan,
kemasyhuran, ucapan selamat demi tumpukan piagam penghargaan!
Mengenakan
sifat-sifat “hamba", apa sih istimewanya? Nah... nah...nah... di
sinilah tantangannya Di sinilah batu ujiannya! Pasalnya? Apabila orang
sungguh-sungguh mengenakan sifat-sifat "hamba" maka sekaligus ia harus
berani menghadapi resiko yang siap menghadang di muka! Kenapa mesti
resiko? Karena itulah harga pantas yang harus dibayar mahal taruhannya!
Soalnya, mengenakan sifat-sifat "hamba" memang tidak mudah. Popularitas
pun tak cukup kuat untuk ikut serta. Mengenakan sifat-sifat "hamba"
juga tidak murah. Dacing penimbang untung rugi mana pun tak mampu
menimbangnya!
Sebagai
orang-orang Kristen yang mengaku percaya pada Yesus atau gereja yang
mengaku-ngaku sebagai tubuh Kristus, apakah kita juga mengenakan
sifat-sifat "hamba" yang diteladankan Yesus sendiri? Orang-orang Kristen
yang menyadari hakikatnya sebagai pengikut Kristus atau gereja sebagai
tubuh Kristus adalah orang-orang Kristen atau gereja yang mampu
mempersepsikan dirinya dalam pengabdian dan pelayanannya di
tengah-tengah dunia di mana ia hadir di dalamnya. Karena itu,
sifat-sifat "hamba" yang dimiliki selaku pengikut-pengikut Kristus
mestinya menjadi norma di setiap aktivitas kita; entah kita sebagai
pemimpin (abdi negara), entah kita sebagai tokoh (abdi masyarakat),
entah kita sebagai pelayan-pelayan gereja atau pun kita sebagai jemaat
Tuhan.
Orang-orang
Kristen atau gereja yang tidak memiliki sift-sifat "hamba" adalah
orang-oramg Kristen atau gereja yang telah kehilangan hakikat dirinya
dan telah kehilangan kesadaran akan panggilannya di tengah-tengah dome
di mana is ditempatkan. Karena itu, maaf, mumpung tak lu pa members
tahu, bahwa tugas orang Kristen atau gereja bukan nikmat-nikmat rohani
saja Atau penjaja doa dan mujizat semata! Kalau hanya itu, orang
Kristen atau gereja yang pincang namanya, Banci den mandul istilahnya!
Orang Kristen atau gereja yang tak bereksistensi lagi bahasa elitnya.
Orang Kristen atau gereja yang tak selayaknya hadir di bumi nyata!
Mengenakan
sifat-sifat "hamba", apakah anda termasuk salah satunya? Bila anda
telah faham sampai kedalaman maknanya, renungkan dalam-dalam dan
tariklah nafas panjang! Sebab sifat-sifat "hamba" hanya dapat dikenakan
oleh orang-orang Kristen atau gereja sungguhan. Bukan yang tiruan. Dan
selanjutnya, gelar-gelar kehormatan dan keagungan yang sesungguhnya
diberikan oleh Allah sendiri secara absolut tak meragukan. Tanpa
rekayasa apalagi kekeliruan! (bdk, ay.9). Apakah anda juga termasuk
hitungan?
Dan... Oh
ya, sifat-sifat "hamba" hanya kemilau, agung, mempesona, jika dikenakan
oleh orang-orang Kristen sungguhan. Bukan yang "kristen-kristenan".
Hanya oleh orang Kristen atau gereja yang bernyali dan paham akan
kedalaman makna hidup dan matinya. Ya, hanya bagi orang-orang atau
gereja yang paham pula akan letak kehormatan, keagungan dan kemuliaan
yang sesungguhnya. Karena memang, keagungan seorang Kristen sejati itu
bukan diukur dari gelar, jabatan atau reputasinya. Bukan pula diukur
dari apa dan berapa yang ia dapatkan. Tetapi dari apa dan berapa yang
dapat ia berikan. Dari apa dan berapa besar pengabdian, pelayanan serta
kerelaan berkorban yang dapat kita nyatakan sebagai bukti ketaatan iman
dan kasih tulusnya kepada Tuhan. AMIN. *(KU).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar