Renungan GKE

Jumat, 20 Juli 2012

KESYAHITAN AGAMA TERBUKTI DARI KEMANUSIAANNYA


Hakim-Hakim 20:1-19
Israel secara keseluruhan telah meninggalkan ketaatan yang sungguh kepada firman Allah, dan suku Benyamin memasuki kemurtadan total. Lalu pecahlah perang saudara, ribuan orang terbunuh dan suku Benyamin hampir dimusnahkan. Firman Tuhan melalui nas ini menunjukkan dengan jelas kepada kita dampak-dampak yang merugikan, yang senantiasa terjadi apabila orang mengabaikan kebenaran. Sikap hidup yang menyimpang dari kehendak Tuhan, hidup berkubang dalam dosa akan melahirkan banyak malapetaka. Demikian juga seperti yang terjadi pada orang Israel, ketika mereka melupakan perjanjian mereka dengan Allah dan mulai mengikuti berhala dan kebejatan.

Saudara, pelajaran apa yang berharga untuk kita ambil hikmahnya bagi kita sebagai umat percaya melalui nas ini? Paling tidak, ada empat perkara dosa bangsa Israel secara umum, suku Benyamin secara khusus yang melahirkan bencana dan hukuman dari Tuhan atas mereka. Kemerosotan moralitas dalam perilaku hidup, serta kekaburan nilai-nilai keluhuran agama seperti yang diperlihatkan melalui nas ini, mestinya membuat kita lebih mawas diri untuk lebih baik lagi dalam bersikap dan bertindak, terlebih dalam menjalankan cara hidup beragama. Ya, menjadi orang beragama secara baik dan benar sebagaimana makna dan funsi agama itu sendiri.

1. Tidak memiliki sikap ramah tamah.
Saudara, apabila kita membaca dalam kitab Hakim-Hakim, maka kesan pertama yang segera terlihat dengan jelas adalah sikap yang kasar, sangar. Sikap yang menakutkan. Sikap yang berbuat semena-mena terhadap orang lain. Orang yang kasar, sangar biasanya tidak memiliki kepekaan terhadap orang lain. Bicaranya saja lebih banyak melukai. Tajam bak pedang. Sikap yang kasar, sangar tentu kebalikan dari sikap yang ramah. Sikap yang raqmah adalah sikap yang menyenangkan. Pasti disukai semua orang. Disana terdapat rasa kesejukan. Karena, sikap ramah termasuk salah satu bentuk akhlak mulia dari makhluk Tuhan.

Bersikap ramah kepada orang lain sama artinya memberi dan membagikan kebahagiaan dalam diri orang lain. Dulu katanya negeri kita ini sempat menduduki peringkat pertama dalam ramah tamah (polling seven Country). Budaya keramahtamahan ini menunjukkan bahwa budaya kita sangat peduli dengan lingkungan sosialnya. Ini dicirikan dengan budaya gotong royong di desa-desa. Tapi sekarang, semuanya seperti berputar nyaris 180 derajat. Dampak globalisai merubah seluruh sudut pandang orang kita. Sampai cap ramah tamah dan rukun dalam hidup sesama luntur bahkan hampir hilang. Budaya Keramahtamahan mustinya diwariskan ke anak cucu kita, sehingga kita tidak akan kehilangan identitas bangsa sendiri. Terlebih bagi kita sebagai orang percaya, mestinya menjadi teladan dalam hal keramahtamahan, karena keramahtamahan atau kelemahlembutan itu sendiri adalah salah satu ciri dari kasih (bdk. I Kor. 13:4-7).

2. Tidak menghargai kekudusan perkawinan


Orang-orang suku Benyamin adalah contoh sikap manusia yang dikuasai nafsu homoseksual dan pemerkosaan (bdk. psl 19:22-25). Mereka adalah kaum homoseksual atau disebut sodomi yang mengakibatkan kota sodom dihancurkan oleh Allah. Mereka telah menjadi seperti orang Sodom (Kej 19:1-11). Alkitab menyebut perilaku homoseksual sebagai kekejian bagi Allah karena menyimpang dari apa yang Allah tentukan (Imamat 18:22; 20:13). Ini tentu bertentangan dengan nilai iman yang sehat.

Dalam ajaran Alkitab, secara implisit, Allah hanya mengizinkan adanya hubungan seks antara laki-laki dan perempuan. Perilaku homoseks ada karena penolakan manusia untuk menghormati dan mengakui keberadaan Allah (Rm. 1:28). Akhir-akhir ini di dalam kehidupan bangsa kita banyak terjadi peristiwa yang memprihatinkan dan menyayat hati. Tak ubahnya seperti jaman Hakim-Hakim. Bukan hanya di Barat, tetapi di tanah air kita sendiri, pornografi, pornoaksi, malah menjadi-jadi. Alkitab mengajarkan kepada kita, bahwa perkawinan adalah berkat Tuhan yang agung dan suci, yang harus kita terima dengan rasa syukur dan tanggung jawab. Karenanya, kita selaku anak-anak Tuhan harus menjaga nilai-nilai kekudusan pernikahan.

3. Melindungi kejahatan

Kejahatan akan sulit diatasi, bila kejahatan itu sendiri dilindungi bahkan dibela dengan berbagai alasan. Bila ini yang terjadi, ya betapa sulitnya kejahatan dituntaskan. Bila para koruptor mendapat hukuman ringan, ya bagaimana ia bisa dituntaskan?! Bila kebenaran tidak ditegakkan, ya bagaimana kebenaran itu sendiri menjadi landasan kehidupan? Ini juga terjadi pada bani Benyamin. Mereka diminta untuk menyerahkan orang-orang dursila, para pemerkosa yang ada di Gibea untuk menerima gamjaran setimpal dengan perbuatan mereka kepada orang Israel. Tetapi bani Benyamin tidak mengindahkannya (ay.13).

Oh, kebenaran.... bila ia hanya sebagai slogan tapi tidak hadir dalam kenyataan. Akhirnya sulit dibedakan antara mana yang putih dan mana yang hitam. Oh, saudara.... bukankah dalam kehidupan nyata kita terjadi hal yang demikian? Malah terjadi, yang hitam bisa jadi putih, dan yang putih bisa menjadi hitam? Bagaimana kita katakan kebenaran, bila pencuri sendal jepit karena terjepit, sama hukumannya dengan seorang koruptor kelas kakap, yang seolah diistimewakan di penjara bahkan yang bisa berpiknik ke luar negeri?! Oh, keadilan...... saudara, sebagai orang beriman, milikilah sikap yang adil. Sebagai seorang guru atau dosen umpama, berilah nilai yang wajar kepada para siswa atau mahasiswa, bila memang wajar mereka mendapatkannya. Bukan karena dendam atau hanya melihat tebal tipis isi kantongnya!

4. Sikap congkak


Melalui nas ini juga kita melihat sikap kecongkakan. Dikatakan dalam nas ini: “Mereka tidak mau mendengarkan perkataan saudara-saudaranya, orang Israel itu. Sebaliknya, bani Benyamin dari kota-kota lain berkumpul di Gibea untuk maju berperang melawan orang Israel.” (ay.13-14). Orang congkak memang demikian sifatnya. Tak bisa diingatkan, keras kepala, selalu merasa benar walau nyata-nyata tindakannya salah. Tapi apa kata Alkitab tentang orang-orang congkak? Dikatakan: “Sebabn Tuhanb semesta Alam menetapkan suatu hari untuk menghukum semua yang congkak dan angkuh serta menghukum semua yang meninggikan diri, supaya direndahkan.” (Yes. 2:12).

Bani Benyamin menuai hasil kecongkakannya, persis seperti apa kata firman Allah. Padahal dalam perhitungan mereka, mereka pasti menang berperang melawan orang-orang Israel. Betapa tidak, sebab dalam hitungan di atas kertas mereka punya keunggulan dalam pasukan perang. Lihat saja apa yang tercatat dalam nas ini, 26.000 orang bersenjata pedang, belum termasuk penduduk Gibea, orang pilihan sebanyak 700 orang (ay.14-15). Tidak Cuma itu, mereka masih memiliki 700 orang pilihan yang kidal, punya keahlian khusus pelempar umban, yang dikatakan tidak pernah melesat sampai sehelai rambut pun. (ay.16). Oh, dapat anda bayangkan! Tapi lihatlah apa yang terjadi dengan orang-orang congkak! Mereka hampir dimusnahkan secara tuntas! Yang tewas saj tidak kurang dari 18.000 orang, sisanya lari gemetar tunggang langgang ke padang gurun! (ay. 41-44).

Kehidupan itu tidak lepas dari hidup bermasyarakat. Sehingga, penghormatan atas hadirnya individu lain, kesantunan, dan hidup saling membutuhkan adalah syarat untuk harmoni dalam masyarakat. Kesungguhan hati dalam melakukan kehendak Allah adalah landasan utama. jangan berdiri pada sisi yang berlawanan, sebab itu akan merugikan kita sendiri. Di samping itu pula Firman Tuhan juga menegaskan agar kita tidak menjadi suam-suam kuku.

Oleh sebab itu kesungguhan hati dalam mengikuti Tuhan sangat berpengaruh dalampertumbuhan iman kita. Tuhan butuh tindakan nyata dari kita semua. Jangan sampai kita yang sudah lama menjadi orang percaya di gereja, bahkan mungkin sudah berjemaat di gereja sejak kita kecil, justru kalah oleh orang-orang yang baru bertobat, yang menyala-nyala untuk melayani Tuhan dan tidak pernah menolak apa yang Tuhan ingin mereka lakukan.Marilah kita instropeksi diri kita masing-masing. Sudahkah kita menjadi pelaku Firman? Dan sudahkah kita berlomba-lomba untuk melayani Tuhan dengan sebaik-baiknya? AMIN! *(KU).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar