Renungan GKE

Sabtu, 21 Juli 2012

PANDANGLAH DENGAN MATA KASIH


Matius 7 : 1 - 5
Jika kita membaca nas ini dan mau memahaminya tanpa memperhatikan konteks, maka sangatlah sulit. Bagaimana tidak, Tuhan Yesus bersabda: "Janganlah kamu menghakimi, supaya kamu tidak dihakimi". Tentu ada orang yang berpikir, bahwa tidak perlu ada penghakiman manusiawi, seperti adanya Pengadilan Negeri, Pengadilan Tinggi, bahkan Mahkamah Agung. Jika demikian, siapakah yang akan memberikan pertimbangan dan putusan hukuman bagi mereka yang berbuat jahat dalam dunia ini? Atau dibiarkan saja, karena itu urusan Tuhan? Sungguh tak terbayangkan, betapa banyaknya orang yang berbuat jahat. Jangankan yang tidak ada penghakiman dan hukuman, yang ada sekalipun, kejahatan tak pernah sepi. Penjara dan Lembaga Pemasyarakatan pun tak pernah kosong, selalu terisi bahkan penuh sesak.

Maksud Tuhan Yesus dalam nas ini, bukanlah supaya kita menolak tiap-tiap penghakiman manusiawi. Sebab kita ini adalah manusia, maka adalah hakekat kitalah juga untuk menyusun suatu penghakiman, dalam arti membuat suatu kesimpulan atau pandangan tentang sesuatu. Oleh karena Tuhan Yesus juga telah mengajarkan firman Tuhan kepada kita, sehingga kita untuk dapat membedakan yang baik dari yang jahat, kebenaran dari kebohongan, moral dari yang amoral atau kesusilaan dari ketidaksusilaan.

Hal yang sangat ditentang oleh Tuhan Yesus dalam konteks nas ini, adalah : karena para ahli Taurat dan orang-orang Farisi memaklumkan kepada khalayak ramai bahwa merekalah yang menduduki kursi Musa sebagai hakim. Dengan sombong mereka mengatakan bahwa mereka berhak bertindak sebagai hakim ilahi. Terlebih lagi, hukuman yang mereka lakukan sangat keras, kejam, tidak kenal belas kasihan, den sepi akan kasih. Mereka menghamburkan kutukan-kutukan ke sekelilingnya. Mereka mengutuki orang-orang yang tak tahu akan Taurat. Tidak sedikit jumlah putusan pengucilan yang mereka keluarkan, bagi mereka yang tidak tahu atau teat akan Taurat. Jika dilihat sekilas maka itu sangat baik. Namun jika dicermati, maka yang sesungguhnya, akar dari pada penghakiman yang mereka lakukan hanyalah kesombongan. Sebab penghakiman yang mereka lakukan hanyalah nafsu upaya untuk mencari-cari kesalahan orang lain, sementara kesalahannya sendiri sangatlah besar dan tidak dipedulikannya.

Ada beberapa hal penting yang dapat kita gumuli atau renungkan bersama dari nas ini, dalam kaitannya dengan keberadaan kita sebagai orang percaya, yaitu:

1. Adalah kecenderungan kita sebagai manusia, selalu memperhatikan atau mencari-cari atau membicarakan kesalahan orang lain. Tanpa sadar, seringkali kita hanya melihat kesalahan orang lain, tanpa menyadari kesalahan diri sendiri. Hal tersebut terjadi karena keengganan kita untuk melihat den membicarakan kesalahan diri sendiri. Tidak ada seorang pun yang berhak mengajukan kritik terhadap orang lain, kecuali kalau ia sendiri bersedia melakukan secara lebih baik hal yang dikritiknya itu.

Setiap perkumpulan, termasuk di dalamnya gereja selalu penuh dengan orang yang selalu mengkritik dan mencari kesalahan orang lain. Lihat saja, misalnya pada waktu rapat atau pertemuan. Ada banyak orang yang interupsi untuk menyanggah atau mengkritik. Namun ia sendiri tidak bersedia duduk dalam kepengurusan untuk melakukan tanggungjawab atau memperbaiki hal-hal yang dikritiknya. Memang dalam dunia ini penuh dengan orang-orang yang hanya mengajukan haknya untuk mengkritik, tetapi melarikan diri kalau diminta untuk turut dalam tindakan perbaikan.

2. Paling tidak ada tiga alasan mengapa kita tidak boleh menilai atau menghakimi orang lain, yaitu kita tidak pernah mengetahui seluruh kenyataan dari pribadi orang lain seutuhnya. Bisa saja penilaian kita keliru. Hampir tidak ada kemungkinan bagi siapa pun untuk mengadakan penilaian atau penghakiman secara jujur dan obyektif. Selalu ada faktor lain yang mempengaruhinya. Paling tidak keakuan kita. Tidak ada orang yang pantas untuk menilai atau menghakimi orang lain. Karena kecenderungannya hanya melihat kesalahan orang lain, sementara kesalahan dirinya sendiri tidak dilihatnya.

3. Tuhan tidak rnenempatkan kita sebagai hakim di atas kursiNya, yang selalu mencari atau menilai kesalahan orang lain, juga tidak menempatkan kita dalam dunia ini, supaya memainkan peranan sebagai pencerca. Tuhan menempatkan kita dalam dunia ini supaya kita sendiri hidup dan bekerja sebagai anak-anakNya. Sebab penghakiman atas yang hidup atau pun yang mati, itu ada dalam tanganNya. Sebab penghakiman dan penilaianNya sungguh-sungguh adil dan benar (obyektif). Sebaliknya penghakiman manusia cenderung subyektif, bahkan tidak jarang karena ada kepentingan di dalamnya. Amin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar