II Timotius 3:1-9
Firman Tuhan sering mengingatkan kita supaya siap untuk menghadapi akhir zaman. Hari-hari terakhir di sini tidak hanya terbatas pada pengertian akhir zaman (eskatologis) yang mencakup serangan golongan Gnostik terhadap Gereja ketika itu, tetapi juga kini dan terus berlangsung di sepanjang kehidupan hingga kesudahannya. Tantangan itu bukan hanya datang dari luar, tetapi justru juga datang dari dalam, dari orang-orang yang dianggap paling beribadah, aktif dalam persekutuan. Ini menarik! Menarik untuk dicatat. Bahwa perlawanan paling sengit akan datang dari kalangan yang dianggap memiliki kesalehan hidup (ay. 5). Paulus menyoroti bahwa salah satu ciri khas menjelang akhir zaman ialah bahwa orang akan “lebih menuruti hawa nafsu dari pada menuruti Allah” (ayat 4).
Bukankah hal yang demikian
sering kita saksikan masa kini? Yang diutamakan oleh manusia adalah
kenikmatan, kesenangan untuk memuaskan hawa nafsu semata? Rasul Paulus
mengingatkan Timotius bahwa kejahatan dan kemurtadan akan semakin
meningkat. Paulus mengingatkan Timotius dan rekan-rekannya supaya siap
untuk menghadapi kejahatan tersebut yang akan muncul baik dalam dunia
mau pun dalam kalangan orang percaya. Dalam hubungan inilah maka Paulus
juga menekankan peranan firman Tuhan untuk melawan kejahatan tersebut
(2Timotius 3:10-17). Sangatlah jelas digambarkan Paulus bahaya-bahaya
akhir zaman agar kita dapat bersikap waspada sehingga tidak memberi
peluang kepada bahaya-bahaya tersebut.
1. Mencintai diri sendiri dan hamba uang
Salah satu sifat yang sangat
berbahaya disebutkan adalah: egois dan cinta uang. Paulus berkata,
"Manusia akan mencintai dirinya sendiri dan menjadi hamba uang." (ayat
2a dari 2 Timotius 3). Saat ini banyak orang lebih fokus pada dirinya
sendiri. Segala sesuatu dilakukan demi keuntungan diri sendiri. Segala
sesuatu dilakukan demi keuntungan diri sendiri dan tidak lagi peduli
terhadap orang lain, seolah-olah pandangan hidup manusia: "kamu
urusanmu, aku urusanku." Akhirnya hal ini mengarah kepada sifat tamak.
Sifat tamak ini terjadi ketika
seseorang cinta uang. Ketamakan (epithumeo) berarti keinginan yang
begitu kuat dan menggebu-gebu terhadap sesuatu, baik atau buruk, yang
dengan gigih diupayakan diraih berapa pun harganya meski cara yang
ditempuh salah dan merugikan orang lain. Bukankah kini banyak orang
rela melakukan apa saja demi mendapatkan uang sebanyak-banyaknya? Mereka
tidak lagi mengindahkan hukum. Anak-anak Tuhan pun rela 'menjual'
imannya demi kekayaan dan popularitas yang fana. "Karena akar segala
kejahatan ialah cinta uang...oleh memburu uanglah beberapa orang telah
menyimpang dari iman dan menyiksa dirinya dengan berbagai-bagai duka."
(1 Timotius 6:10).
2. Kemerosotan moral
Secara gamblang disini Paulus
menyebutkan moralitas manusia yang akan menjadi tambah jahat. Manusia
akan menjadi makin cinta diri, sombong, pemberontak, tidak tahu
berterima kasih, tidak bisa mengendalikan diri, tidak menyukai yang
baik, dst. Mereka tidak mengutamakan mengasihi Allah (Ul. 6:4-5), tetapi
lebih mencintai kenikmatan pribadi. Paulus memperingatkan Timotius
terhadap orang-orang yang memiliki religiositas atau kebaikan agamawi
secara lahiriah belaka. Orang-orang macam ini mungkin dapat mengajar
dengan baik, hidup rela menderita, tetapi sombong dan tidak mau hidupnya
dikendalikan oleh Injil. Religiositas mereka yang palsu dengan demikian
merupakan penyangkalan akan kuasa Allah yang sebetulnya merupakan
sumber satu-satunya dari kesalehan. Kesalehan mereka adalah kesalahan
karena terjadi bukan karena anugerah Allah! Timotius harus menghindari
mereka.
Untuk melawan pengaruh dari
dunia yang jahat ini Paulus menasehati Timotius dan orang percaya
sepanjang masa supaya mendasarkan hidupnya pada firman Tuhan: “Segala
tulisan yang diilhamkan Allah memang bermanfaat untuk mengajar, untuk
menyatakan kesalahan, untuk memperbaiki kelakuan dan untuk mendidik
orang dalam kebenaran. Dengan demikian tiap-tiap manusia kepunyaan Allah
diperlengkapi untuk setiap perbuatan baik” (ayat 16,17). Sebagai umat
pilihan Tuhan kita dipanggil hidup benar di tengah-tengah dunia yang
sesat. Kita dipanggil menjauhkan diri dari kejahatan dunia ini yang
semakin ganas menjelang akhir zaman.
3. Religiositas semu
Ironisnya, situasi yang
digambarkan Paulus tersebut, bukanlah mengenai orang-orang yang tidak
beriman atau tidak mengenal Tuhan. Yang dibicarakan Paulus adalah
orang-orang yang aktif beribadah (ayat 5). Namun hidup keagamaan mereka
bagai 'tong kosong yang nyaring bunyinya'. Mereka memang mengajarkan hal
yang baik, dan secara kasat mata, juga melakukan hal yang baik. Akan
tetapi, jauh di dalam hati mereka, tersembunyi motivasi yang tidak
murni. Sesungguhnya, hidup mereka tidak menunjukkan ketaatan kepada
Allah, yang melihat jauh ke dalam dasar hati. Hidup keagamaan mereka
bagai tubuh tak bernyawa karena tidak bersumber dalam relasi pribadi
dengan Allah, Sang Pemilik Hidup. Orang semacam itu mengasihi diri
sendiri, mencintai uang, dan lebih menyukai kesenangan hidup
dibandingkan persekutuan dengan Allah (ayat 2). Mereka menentang
kebenaran (ayat 8). Namun kita perlu mengingat bahwa hidup keagamaan
yang kosong seperti itu tidak akan menghasilkan apa-apa (ayat 9).
Semua karakter yang Paulus
jabarkan terdapat pula dalam komunitas Kristen masa kini. Lalu bagaimana
kita bisa menangkal pengaruh orang semacam itu? Tentu saja dengan
mengandalkan kuasa firman Tuhan. Pastikan bahwa kita telah mengalami
transformasi karena Kristus telah memperbarui hidup kita. Yakinkan bahwa
kita telah menjadikan firman Tuhan sebagai santapan harian kita.
Biarkan firman Tuhan membentengi kita dari pikiran, sikap, perkataan,
dan perilaku yang berdosa. Hiduplah bersekutu dengan Tuhan agar hidup
kita dipenuhi dengan Roh Kudus, bertumbuh di dalam karakter, serta
menghasilkan buah roh. Inilah cara agar kita tidak terjebak dalam hidup
keagamaan yang palsu.
Karena itu saudara, berdirilah
tegak melawan si jahat, dan hiduplah bagi Allah saja. Dengan memahami
kebenaran Tuhan yang mendalam, kita akan senantiasa waspada sehingga
tidak akan menjadi mangsa empuk bagi para pengajar palsu yang sebenarnya
sedang menipu jemaat dengan mengatasnamakan “Firman Tuhan” atau “suara
Tuhan”. Sebagai orang Kristen, kita harus terus mempelajari kebenaran
yang murni dan bertumbuh dewasa di dalam Tuhan. Intelektualitas bukan
hanya dikembangkan dalam ilmu-ilmu sekuler, tetapi juga dalam kerohanian
kita. Belajar Firman Tuhan harus dilakukan terus-menerus sampai kita
menutup mata. Untuk itu kita tidak boleh berpuas diri dengan pemahaman
kita saat ini, tetapi kita harus berkembang terus dalam kebenaran. AMIN
Firman Tuhan sering mengingatkan kita supaya siap untuk menghadapi akhir zaman. Hari-hari terakhir di sini tidak hanya terbatas pada pengertian akhir zaman (eskatologis) yang mencakup serangan golongan Gnostik terhadap Gereja ketika itu, tetapi juga kini dan terus berlangsung di sepanjang kehidupan hingga kesudahannya. Tantangan itu bukan hanya datang dari luar, tetapi justru juga datang dari dalam, dari orang-orang yang dianggap paling beribadah, aktif dalam persekutuan. Ini menarik! Menarik untuk dicatat. Bahwa perlawanan paling sengit akan datang dari kalangan yang dianggap memiliki kesalehan hidup (ay. 5). Paulus menyoroti bahwa salah satu ciri khas menjelang akhir zaman ialah bahwa orang akan “lebih menuruti hawa nafsu dari pada menuruti Allah” (ayat 4).
Bukankah hal yang demikian
sering kita saksikan masa kini? Yang diutamakan oleh manusia adalah
kenikmatan, kesenangan untuk memuaskan hawa nafsu semata? Rasul Paulus
mengingatkan Timotius bahwa kejahatan dan kemurtadan akan semakin
meningkat. Paulus mengingatkan Timotius dan rekan-rekannya supaya siap
untuk menghadapi kejahatan tersebut yang akan muncul baik dalam dunia
mau pun dalam kalangan orang percaya. Dalam hubungan inilah maka Paulus
juga menekankan peranan firman Tuhan untuk melawan kejahatan tersebut
(2Timotius 3:10-17). Sangatlah jelas digambarkan Paulus bahaya-bahaya
akhir zaman agar kita dapat bersikap waspada sehingga tidak memberi
peluang kepada bahaya-bahaya tersebut.
1. Mencintai diri sendiri dan hamba uang
Salah satu sifat yang sangat
berbahaya disebutkan adalah: egois dan cinta uang. Paulus berkata,
"Manusia akan mencintai dirinya sendiri dan menjadi hamba uang." (ayat
2a dari 2 Timotius 3). Saat ini banyak orang lebih fokus pada dirinya
sendiri. Segala sesuatu dilakukan demi keuntungan diri sendiri. Segala
sesuatu dilakukan demi keuntungan diri sendiri dan tidak lagi peduli
terhadap orang lain, seolah-olah pandangan hidup manusia: "kamu
urusanmu, aku urusanku." Akhirnya hal ini mengarah kepada sifat tamak.
Sifat tamak ini terjadi ketika
seseorang cinta uang. Ketamakan (epithumeo) berarti keinginan yang
begitu kuat dan menggebu-gebu terhadap sesuatu, baik atau buruk, yang
dengan gigih diupayakan diraih berapa pun harganya meski cara yang
ditempuh salah dan merugikan orang lain. Bukankah kini banyak orang
rela melakukan apa saja demi mendapatkan uang sebanyak-banyaknya? Mereka
tidak lagi mengindahkan hukum. Anak-anak Tuhan pun rela 'menjual'
imannya demi kekayaan dan popularitas yang fana. "Karena akar segala
kejahatan ialah cinta uang...oleh memburu uanglah beberapa orang telah
menyimpang dari iman dan menyiksa dirinya dengan berbagai-bagai duka."
(1 Timotius 6:10).
2. Kemerosotan moral
Secara gamblang disini Paulus
menyebutkan moralitas manusia yang akan menjadi tambah jahat. Manusia
akan menjadi makin cinta diri, sombong, pemberontak, tidak tahu
berterima kasih, tidak bisa mengendalikan diri, tidak menyukai yang
baik, dst. Mereka tidak mengutamakan mengasihi Allah (Ul. 6:4-5), tetapi
lebih mencintai kenikmatan pribadi. Paulus memperingatkan Timotius
terhadap orang-orang yang memiliki religiositas atau kebaikan agamawi
secara lahiriah belaka. Orang-orang macam ini mungkin dapat mengajar
dengan baik, hidup rela menderita, tetapi sombong dan tidak mau hidupnya
dikendalikan oleh Injil. Religiositas mereka yang palsu dengan demikian
merupakan penyangkalan akan kuasa Allah yang sebetulnya merupakan
sumber satu-satunya dari kesalehan. Kesalehan mereka adalah kesalahan
karena terjadi bukan karena anugerah Allah! Timotius harus menghindari
mereka.
Untuk melawan pengaruh dari
dunia yang jahat ini Paulus menasehati Timotius dan orang percaya
sepanjang masa supaya mendasarkan hidupnya pada firman Tuhan: “Segala
tulisan yang diilhamkan Allah memang bermanfaat untuk mengajar, untuk
menyatakan kesalahan, untuk memperbaiki kelakuan dan untuk mendidik
orang dalam kebenaran. Dengan demikian tiap-tiap manusia kepunyaan Allah
diperlengkapi untuk setiap perbuatan baik” (ayat 16,17). Sebagai umat
pilihan Tuhan kita dipanggil hidup benar di tengah-tengah dunia yang
sesat. Kita dipanggil menjauhkan diri dari kejahatan dunia ini yang
semakin ganas menjelang akhir zaman.
3. Religiositas semu
Ironisnya, situasi yang
digambarkan Paulus tersebut, bukanlah mengenai orang-orang yang tidak
beriman atau tidak mengenal Tuhan. Yang dibicarakan Paulus adalah
orang-orang yang aktif beribadah (ayat 5). Namun hidup keagamaan mereka
bagai 'tong kosong yang nyaring bunyinya'. Mereka memang mengajarkan hal
yang baik, dan secara kasat mata, juga melakukan hal yang baik. Akan
tetapi, jauh di dalam hati mereka, tersembunyi motivasi yang tidak
murni. Sesungguhnya, hidup mereka tidak menunjukkan ketaatan kepada
Allah, yang melihat jauh ke dalam dasar hati. Hidup keagamaan mereka
bagai tubuh tak bernyawa karena tidak bersumber dalam relasi pribadi
dengan Allah, Sang Pemilik Hidup. Orang semacam itu mengasihi diri
sendiri, mencintai uang, dan lebih menyukai kesenangan hidup
dibandingkan persekutuan dengan Allah (ayat 2). Mereka menentang
kebenaran (ayat 8). Namun kita perlu mengingat bahwa hidup keagamaan
yang kosong seperti itu tidak akan menghasilkan apa-apa (ayat 9).
Semua karakter yang Paulus
jabarkan terdapat pula dalam komunitas Kristen masa kini. Lalu bagaimana
kita bisa menangkal pengaruh orang semacam itu? Tentu saja dengan
mengandalkan kuasa firman Tuhan. Pastikan bahwa kita telah mengalami
transformasi karena Kristus telah memperbarui hidup kita. Yakinkan bahwa
kita telah menjadikan firman Tuhan sebagai santapan harian kita.
Biarkan firman Tuhan membentengi kita dari pikiran, sikap, perkataan,
dan perilaku yang berdosa. Hiduplah bersekutu dengan Tuhan agar hidup
kita dipenuhi dengan Roh Kudus, bertumbuh di dalam karakter, serta
menghasilkan buah roh. Inilah cara agar kita tidak terjebak dalam hidup
keagamaan yang palsu.
Karena itu saudara, berdirilah
tegak melawan si jahat, dan hiduplah bagi Allah saja. Dengan memahami
kebenaran Tuhan yang mendalam, kita akan senantiasa waspada sehingga
tidak akan menjadi mangsa empuk bagi para pengajar palsu yang sebenarnya
sedang menipu jemaat dengan mengatasnamakan “Firman Tuhan” atau “suara
Tuhan”. Sebagai orang Kristen, kita harus terus mempelajari kebenaran
yang murni dan bertumbuh dewasa di dalam Tuhan. Intelektualitas bukan
hanya dikembangkan dalam ilmu-ilmu sekuler, tetapi juga dalam kerohanian
kita. Belajar Firman Tuhan harus dilakukan terus-menerus sampai kita
menutup mata. Untuk itu kita tidak boleh berpuas diri dengan pemahaman
kita saat ini, tetapi kita harus berkembang terus dalam kebenaran. AMIN. *(KU).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar