2 Samuel 14:1-20
Saudara, tidak jarang dalam hidup ini kita
menyaksikan orang mengambil suatu kebijakan dengan harapan untuk
menyelesaikan segala sesuatu. Hanya sayangnya,
kebijakan yang diambil, tidak malah menyelesaikan sesuatu, justru
membuka peluang untuk masalah baru yang lebih besar lagi. Ya, kebijakan
yang tidak bijak! Hal tersebut persis seperti apa yang diperlihatkan
dalam nas ini. Adalah Yoab, anak Seruya, panglima perang, seorang ahli
strategi yang menuai banyak kemenangan di berbagai peperangan. Seorang
kepercayaan Daud. Yoab membuat suatu kebijakan dengan maksud untuk
menolong raja Daud yang bersesih tentang anaknya Absalom. Daud rupanya
rindu juga kepada Absalom yang telah melarikan diri ke Gesur sudah tiga
tahun akibat perbuatannya membunuh saudaraqnya Amnon akibat dendam
(ay.1; bdk. psl. 13:37-39).
Apa yang dilakukan Yoab? Ya,
tentu saja sebagai seorang panglima yang setia kepada Daud, ingin
menolong Daud. Yoab mesasa kasihan kepada Daud. Karenanya ia membuat
strategi, untuk membujuk Daud, sekiranya dapat menjemput pulang Absalom
dan mempertemukannya dengan Daud. Strategi yang dilakukan oleh Yoab,
sekilas kelihatannya memang jitu. Ia menyuruh orang ke Tekoa menjemput
seorang perempuan yang bijaksana, dengan harapan melalui perantaraan
perempuan ini untuk membujuk Daud sekiranya mengijinkan Absalom kembali
ke Israel (ay.3). Singkat cerita strategi Yoab sukses. Melalui diplomasi
seorang perempuan bijaksana, hati Daud menjadi luluh. Akhirnya Daud
mengijinkan supaya Absalom dijemput pulang dan keselamatannya dijamin
(ay.4-24).
Suatu kebijakan telah ditetapkan. Satu masalah
kelihatannya sudah dapat diselesaikan. Tapi tunggu dulu! Cerita dalam
nas ini tidak hanya terhenti sampai di sini. Karena untuk selanjutnya
diceritakan juga masalah lain yang lebih besar datang menghadang! Si
Absalom yang telah mendapat kesempatan kembali ke Israel, keselamatannya
dijamin, ternyata akhirnya menjadi ancaman! Mengembalikan Absalom ke
Israel, persis seperti melepaskan singa dari kandangnya. Siap menerkan
siapa saja! Bagai singa yang haus darah selama dua tahun di Israel,
muncul niat jahatnya untuk berkuasa, melumat siapa saja, termasuk
ayahnya Daud! Absalom mengambil kesempatan, terlebih karena orang banyak
yang simpatik karena penampilannya (ay.25-33). Oh, singa, dasar singa!
Cepat atau lambat ia menjadi ancaman bagi siapa saja! Lalu apa yang
salah dalam hal ini? Nah, inilag masalahnya, kebijakan yang tidak bijak,
tentu saja!
1. Kebijakan yang hanya dilatarbelakangi rasa kasihan.
Saudara, ada satu cerita yang menarik. Tentang seorang gadis yang
menghadapi masalah dengan calon suaminya. Lalu ia datang kepada seorang
Hamba Tuhan meminta saran pendapat. Apa masalahnya? Ia mengungkapkan,
bahwa calon suaminya itu ternyata seorang yang sangat tergantung kepada
obat terlarang (sabu-sabu). Jika ia stress di kantor (maklum calon
suaminya bekerja di salah satu perusahaan swasta), maka ia kembali
menkonsumsi sabu-sabu. Padahal kata si perempuan tadi, bahwa calon
suaminya itu telah berjanji tidak akan melakukan itu lagi, ungkapnya.
Bahkan bukan cuma itu, calon suaminya itu juga memerasnya, meminta uang
dan perhiasannya untuk dijual, demi si sabu-sabu. Jika tidak diberikan,
maka calon suaminya tidak segan-segan tangan dan kakinya ikut melayang.
Dengan tempeleng, dan sepak tendang rupanya! Dan itu dilakukan sudah
beberapa kali! Oh...oh...oh...oh...! calon suami yang tidak dapat jadi
teladan!
Lalu apa saran dari si Hamba Tuhan? Hamba Tuhan ini
menyarankan kepada si perempuan tadi, supaya ia memutuskan hubungan
saja. Mumpung belum ada ikatan. Mumpung belum terlambat. Ya, karena si
perempuan ini, menurut pengakuannya sendiri, hanya berstatus pacaran
saja dengan si laki-laki itu. Tunangan pun belum. Tapi apa jawab si
perempuan tadi, memberikan sanggahannya? “Tapi kan saya sangat sayang
pada dia pa?”, ucapnya. “Bukankah bapa bisa membantu saya berdoa kepada
Tuhan, supaya ia berobah?’, lanjutnya. Lalu si Hamba Tuhan balik
bertanya padanya: “Apakah engkau sendiri selama ini sudah berdoa kepada
Tuhan untuk calon suamimu ini?”. Perempuan ini menjawab: “Sudah, bahkan
beberapa kali. Tapi kelihatannya kebiasaan buruknya selalu kumat lagi
bila stress menghinggapinya. Rupanya doa saya kurang mujarab. Tuhan
rupanya tidak mendengar doa saya. Makanya saya datang kepada bapak,
dengan harapan doanya mujarap dan didengar Tuhan.” Eheem....!
Hamba Tuhan ini dengan serius sekali lagi menyampaikan nasihatnya kepada
perempuan ini: “Anakku, Tuhan sudah menjawab doamu! Tuhan sudah
memperlihatkan kepadamu berkali-kali agar engkau mengerti bahwa dia
bukanlah yang terbaik bagimu! Tuhan sudah memberikan hikmat kepadamu,
supaya engkau cepat mengambil langkah bijaksana demi kebahagiaamu!”
Tetapi perempuan ini tetap bersikeras pada pendiriannya untuk mencintai
laki-laki pujaan hatinya, si singa jantan yang menakutkan! (maklum
karena pria ini sudah kerja, di perusahaan lagi). Oh, boleh
juga.....cinta di atas segalanya. Walau hancur berantakan semuanya.
Singkat cerita, ia jadi menikah dengan pria tadi. Dan berselang beberapa
tahun kemudian, si laki-laki ini bukan bertambah baik keadaannya. Tetap
seperti semula. Bahkan menjadi-jadi, karena ia juga gemar judi, bahkan
suka main perempuan. Karenanya tidak heran banyak juga isteri simpanan.
Saudara, bukankah kita juga sering seperti perempuan tadi? Melakukan
tindakan kebijakan yang tidak bijak? Kebijakan yang hanya didasarkan
perasaan saja? Dan, maaf.....! tidak sedikit yang memaksa Tuhan untuk
mengabulkan permintaan hawa nafsu yang merugikan? Padahal Tuhan sudah
berikan tanda-tanda nyata supaya kita lebih bijak apa yang harus kita
lakukan. Oh, tidak sedikit orang tidak bisa melihat apa kehendak Tuhan
yang harus diikuti dalam hidupnya. Tapi malah mennyalahkan Tuhan,
padahal Tuhan lebih tahu apa yang terbaik yang diberikan-Nya kepada
kita! Ya, doa tidak jarang hanya semacam pemaksaan kehendak kepada Tuhan
untuk memenuhi kepuasan dan keinginan nafsu dunia semata. Bukan
sebaliknya, mendengar dan mengikuti kehendak Tuhan dengan hikmat, atas
petunjuk nyata dari Tuhan yang sudah diperlihatkan-Nya di depan mata
kita!
2. Kebijakan yang hanya didasarkan pada kepercayaan penuh pada manusia
Bila kita membaca ulang dari keseluruhan cerita ini dalam nas, kita
melihat bahwa Daud hanya mengandalkan pemikiran dari Yoab, si
panglimanya. Kita dapat memahami. Maklum, si Yoab ahli strategi. Lihat
saja buktinya, sudah beberapa kali menang dalam pertempuran. Hanya
masalahnya saudara, dan ini perlu kita sadari, bahwa manusia itu
terbatas. Lihatlah apa yang terjadi di sini. Lihatlah apa yang terjadi
selanjutnya bila kebijakan itu hanya di dasarkan kebijakan manusia.
Terlalu percaya kepada pemikiran manusia semata. Ini pelajaran berharga
bagi kita. Entah kita sebagai Hamba Tuhan, pemimpin masyarakat, atau
sebagai pribadi, di dalam mengambil kebijakan.
Bukan berarti
kita lalu mengabaikan saran pendapat dari orang lain sama sekali. Itu
juga baik. Karena dalam batas-batas tertentu masukan dari orang lain itu
juga memperkaya kita sebagai bahan pertimbangan untuk pengambilan suatu
keputusan. Hanya masalahnya, saran pendapat dan masukan dari manusia
itu jangan dijadikan satu-satunya patokan. Itu relatif sifatnya.
Demikian pun dalam memberikan masukan kepada orang lain, janganlah hanya
memaksa kehendak. Karena apa yang kita pikirkan dan kita anggap sudah
baik, belum tentu itu satu-satunya yang terbaik. Jangan-jangan malah
membuka pelunag untuk masuknya masalah yang lebih besar lagi berikutnya!
Saudara, dalam keputusan yang tidak bijak, juga tidak jarang terjadi
karena bujukan orang lain. Lihatlah dalam kasus kebijakan Daud dalam nas
ini. Karenanya, berhatilah dalam pengambila keputusa. Jangan sampai
kebijakan itu hanya menyelesaikan bagian kecil masalah, tetapi sekaligus
membuka lebih besar masalah! Bisa jadi juga, keputusan yang tidak bijak
bila hanya mengambil kesimpulan sendiri tanpa pertimbangan matang.
Dalam nas ini memperlihatkan bahwa Daud mengambil kesimpulan sendiri,
tanpa meminta juga saran dari banyak orang. Kita juga melihat di sini,
tidak satu pun ayat yang menyebutkan bahwa Daud meminta petunjuk Tuhan!
Tidak ada sama sekali!
Saudara, apa pun masalah kehidupan yang
ingin diselesaikan dalam hidup ini, entah masalah jodoh, masalah
sekolah, pekerjaan, usaha, dlsb. Perhatikanlah beberapa petunjuk melalui
nas ini. Janganlah keputusan kebijakan itu hanya dilandasi oleh rasa
kasihan semata. Itu bisa berbahaya. Memilih dan mengangkat seseorang
hanya karena rasa kasihan, itu mendatangkan celakan. Pelajari baik-baik
karakter orangnya, supaya jangan menjadi singa yang Anda lepaskan dari
kandangnya dan akhirnya menerkam Anda juga! Keputusan yang bijak, tentu
juga perlu mendengar masukan, saran pendapat dari orang lain juga. Tapi
tidak langsung dijadikan patokan ideal satu-satunya. Itu memang
memperkaya kita, tetapi janganlah langsung diterapkan begitu saja
(lihatlah pengalaman Daud). Perlu dipertimbangkan semuanya. Mintalah
pada Tuhan petunjuk, buka mata dan telinga, dan lihatlah Tuhan pasti
memperlihatkan sesuatu di depan mata Anda, jika Anda bijak, dengan
hikmat yang Tuhan berikan, turutilah. Bukan sebaliknya memaksa Tuhan,
yang sudah jela-jelas Tuhan sudah memberikan pilihan terbaik di depan
Anda! AMIN! * (KU).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar